Jumat, 03 Juni 2011

nilai bahasa daerah kelas VII

Kelas VII B
NO NIS NAMA Nilai UAS

1 8222 AGNES ANGELIA MANUPUTTY 60
2 8223 ANDRIANSYAH HUSIN PRIYADI 34
3 8224 ANIS ROSITA 74
4 8225 BENO TRIYONO WARDONO 42
5 8226 DEDY HARTONO 36
6 8227 DWI NOVIANTI 36
7 8228 ERWIN PRASANDY 54
8 8229 FITRI MARTHINA ZHANDY 54
9 8230 INDAH ANFUNINGRUM 48
10 8231 JIMMI ARISANDI 52
11 8232 MISLATI 52
12 8233 MOHAMMAD BAGUS W 62
13 8234 MUHAMMAD YUSUF NUR ALBAB 34
14 8235 NADHILAH IMANIS SHOLEHATI 62
15 8236 PUTRA HERDIANSYAH 66
16 8237 RENY APRILIA DEWI 58
17 8238 ROSALINA MULIAWATI 62
18 8239 SALMAN FARID ZULHIJJAH 48
19 8240 SITTI ZAINAB 52
20 8241 TRI WULANDARI 74
21 8242 YUNITA WAHYUNINGTYAS 26
22 8243 ALIFATUL AQIDAH 64
23 8244 ANGGA PRAYOGA 54
24 8245 BAYU INDRAYADI 42
25 8246 DEBRIL ERVIANSYAH 36
26 8247 DICKY CANDRA PRADANA 46
27 8248 EKO RUDIYANTO 34
28 8249 FERDI ISBIYANTO 38
29 8250 HENDRI MASDURANI 46
30 8251 IQBAL RIFQI BADRIAWAN 58
31 8252 JUMA'ATI 58
32 8253 MOH FADILLAH LATIP 44
33 8254 MOHAMMAD RIFKON A F 36
34 8255 MUSJIONO GUSFANDI 52
35 8256 NURDIANA SINTIA DEWI 84
36 8257 PUTRI FEBRIYANTI 32
37 8258 RIKA ISTIYANA 48
38 8259 ROSITA 42
39 8260 SELVI KURNIA AMIN 30
40 8261 SOFIATUS ARADIANA 0
41 8262 YOGA DESTA FIRMANSYAH 80
42 8551 NURUL IMAN SANTONI 30
43 0 0
44 0 0
45 0 0
46 0 0
Kelas VII C
NO NIS NAMA Nilai UAS

1 8263 ADINDA YULIA SARI FADILA 70
2 8264 ANDRI 60
3 8265 ANNI SAVITRI AYU 64
4 8266 BELA EKA PUTRI MERIANSYAH 76
5 8267 EKO RAMADHAN 52
6 8268 ERICK PURNOMO AGUNG 56
7 8269 HASAN BASRI 48
8 8270 IFANA CLAUDIA PUTRI ANISAK 30
9 8271 JEFRI CANDRA PRATAMA 44
10 8272 LINDA FITRIYANI 50
11 8273 MOH HAFIDZ RIADY 66
12 8274 MOH IQBAL ANSHORI 52
13 8275 NANDA DEVI FATIMAH 46
14 8276 OKY FERDIYANSYAH 40
15 8277 RAFIF HIBATULLAH 42
16 8278 RIKY SEPTIAWAN F 62
17 8279 ROBIYANTO 56
18 8280 SHANDY PRASETYA 20
19 8281 SUCIPTO 44
20 8282 UZLAH ILA GUSTI 82
21 8283 YATIMA 36
22 8284 AHMAD TUNGGAL FEBRA R 58
23 8285 ANDRI SAPUTRO 78
24 8286 BAYU OKTAVIANSYAH 84
25 8287 DINA NOVITASARI 58
26 8288 ENI NURJANNAH 32
27 8289 FANI IMANSANI 44
28 8290 HESTY ALVIANISA' 80
29 8291 IRMA MAULIDIA 86
30 8292 LINA OKTAVIANA 64
31 8293 MOH FARID 68
32 8294 MOH ILHAM AKBAR 54
33 8295 NADHIRA BAISA 52
34 8296 NOER INDRA AFRIANSYA 96
35 8297 PUTRI GANDI CITRA NURAMIS 44
36 8298 RIKA SUNARTIKA 82
37 8299 ROBBI FATONAH 42
38 8300 RUSBAN ARI SAPUTERA 40
39 8301 SITTI JUMAILAH 54
40 8302 TRI MIGA PURNAMA SARI 62
41 8303 VIRDY ANGGA PRASE 42
42 8557 DAVID CAHYADI 52
43 0 rendi nandika pratama 46
44 0 0
Kelas VII D
NO NIS NAMA Nilai UAS

1 8304 ADE PURNAMA 50
2 8305 ADITYA NOVA KURNIADY 72
3 8306 AINNURYADI AL QUDSYI 76
4 8307 ANIS SARTIKA DEWI 74
5 8308 DAVIAN MAULANA 32
6 8309 FARHADZTIN JIHAN 42
7 8310 FEBRI ANDRIAN FIRMANSYAH 60
8 8311 HELKI YANTO 70
9 8312 INDAH PAWITRASARI 62
10 8313 MASZARI RIYANTO 68
11 8314 MOHAMMAD SOFYAN 68
12 8315 NILAM CAHYA HIJRIANI 62
13 8316 NURUL HENI SEPTIYAWATI 80
14 8317 PUJI RAMDANIYATUL HIKMA 58
15 8318 RAHMI WULAN SARI 66
16 8319 RIAN AGUNG PRAMANA 68
17 8320 ROBY ARI WICAKSONO 46
18 8321 SATRIO WICAKSONO 80
19 8322 SRI HARTATIK 64
20 8323 WAHYU DWI APRIANTO 40
21 8324 YULI ARDIANA 88
22 8325 ADITYA DANDY FIRATAMA 64
23 8326 AHMAD MOH FAHRONI 80
24 8327 AISYAH NURAINI 66
25 8328 CANDRA SUGIONO 70
26 8329 DINDA DWI PRATIWI 62
27 8330 FARHATUL ASHFAARI 74
28 8331 GANISA PRATAMA PUTRA 46
29 8332 HOLISATUN NISAK 56
30 8333 KHUMAIROH ULFA AYU UTAMI 44
31 8334 MOHAMMAD SABAR 52
32 8335 NILA SOFIANDINI 58
33 8336 NITA ARIFANI 78
34 8337 PRAYOGA WIJAYA 66
35 8338 RADA PUJI KURNIAWATI 72
36 8339 RANI NUR ALAWIYAH 52
37 8340 RISAL PRASETYA 44
38 8341 ROBY HARDIYANSYAH 40
39 8342 SITI AISYAH 62
40 8343 TRI SEPTIANA 62
41 8344 YULI APRILIYANI 70
42 8556 RIYAN NISAB SANJAYA 28
43 0 0
44 0 0

Klas VII e
NO NIS NAMA Nilai uas

1 8345 AFRI SUFYAN ANDRIYONO 48
2 8346 AMELLIYA NUR 86
3 8347 BAHRUL ARIF HIDAYAT 30
4 8348 DONNY SAMUEL DEO 42
5 8349 ELGA MEDIANA SYAFITRI 76
6 8350 FEBRIYANTO 50
7 8351 GUSTI RIZKI FAHRULLAH 44
8 8352 IWAN SANTOSO 40
9 8353 LISA RUKHMANA SARI 54
10 8354 MEGAWATI AGUSTIN 48
11 8355 NOVITA SARI 44
12 8356 NUR FADILAH 58
13 8357 PUTRI MAULIDINA PRATIWI 50
14 8358 ROBI IMANUL LUKMAN 44
15 8359 SAFIRA ROHMATUL LAILY 74
16 8360 SRI DWI WULANDARI 70
17 8361 SUCI NORMADANIYA 68
18 8362 TOMI ANDINI 48
19 8363 WIDYA CAHYA NINGTIAS 74
20 8364 WINDAR HANAWATI 62
21 8365 YULIANTI 52
22 8366 AGIL WAFI MUSABBIKH N 48
23 8367 ARIES SETYO WAHYUDI 74
24 8368 DESIYAWATI 72
25 8369 DYAH LUSY FEBRIANTI 64
26 8370 FARIS ABDURRACHMAN 74
27 8371 FITRIANA DEWI 82
28 8372 IKA SHINTA YULIARTINI 58
29 8373 LINA HELIYANA 48
30 8374 MEGAWATI 38
31 8375 NOVIRA YUNIAR S D 46
32 8376 NUR EKA WIDI YULIANTI 46
33 8377 NURUL HIDAYATI 58
34 8378 RIKA YULIS INDRIYANTI 48
35 8379 SAFIRA JUMA'ANI 66
36 8380 SETO ARDIYANSYAH 50
37 8381 SRI RAHAYU 62
38 8382 TITA AYU INDA R 42
39 8383 VIERA APRILIYA UTAMI 74
40 8384 WILDA MARITHA SARI 50
41 8385 YULIANI 56
42 8553 YULIANTO PRASETYO 48
43 8558 SANDI AJIYANTO 46
44 0 AGUNG BIJAKSONO 28

Kelas VII f
NO NIS NAMA Nilai uas

1 8386 ABD KARIM 32
2 8387 AGUS MAULA DANI 42
3 8388 ALI RAMDHANI 64
4 8389 ARYO HENDROKUSUMO 52
5 8390 AYU DWI LESTARI S 86
6 8391 BORHAN 48
7 8392 EMELYANA MAGHFIRAH 78
8 8393 HENDRA HIDAYAT SYAH 50
9 8394 IFINTIYA AGUSTINA 84
10 8395 INDAH FEBRIANI 80
11 8396 LUSI TRI WARDANI 0
12 8397 MARGIYATI 88
13 8398 NOVIANTI ASRI PUTRI N R 68
14 8399 NURIS SYAMSIAH 78
15 8400 PUTRI AYUNI 60
16 8401 RAFIKATUL MUSTARIFAH 64
17 8402 SAMSUL ARIFIN 46
18 8403 SUWANDIYANTO 62
19 8404 TRI SEPTIANA 60
20 8405 WAISAL RAMADAN 32
21 8406 ZAHRATUL MIZAN 44
22 8407 ACH BOSAIRI RAMADHANA 60
23 8408 AGUSTINO NURCAHYADI 56
24 8409 ARIFAN AFIAJI 48
25 8410 ASFIDYANTI DWI BUNGA M N 52
26 8411 BAGUS SUGIYONO 82
27 8412 DEWI AGUSTINA 88
28 8413 EVIANSARI KURNIA PERTIWI 70
29 8414 HERLIKA RHOMADANIYAH 48
30 8415 IIS INDRIANI 80
31 8416 INDAH KARLINA 78
32 8417 MALIK SUKMA AJI NUGRAHA 46
33 8418 NIKEN AYU WULANDA 78
34 8419 NUR AZIZAH 42
35 8420 NURUL ISLAM FI HOLKI S 80
36 8421 QURNILYA FEBRIYANTI 44
37 8422 RONI HADI WIJAYA 72
38 8423 SHANTI WIJAYANTI 76
39 8424 SYAIFUL BAHRI 56
40 8425 VIRMAN WAHYUDI 44
41 8426 YAUMIL ARIFA 66
42 8554 FIKRI FIRMANSYAH 40

bagi yang remedi silahkan cari artikel berbahasa madura, dan kumpulkan paling lambat hari sabtu kamis

Rabu, 18 Mei 2011

Kalimat pembukanya tertulis:"Bit asma epon Alla se Maa Mora tor Ase". Ternyata setelah hampir 66 tahun mengenal bahasa Madura sebagai bahasa Ibu, saya baru tahu kalau kata "bit" ini berarti "dengan", sedang saya tahunya adalah bi'. Selama ini saya pikir kata bi' berasal dari pengaruh bahasa Arab, dengan adanya kata bit maka kemungkinan pengaruh bahasa Inggris pun bisa saja yaitu dari kata "with".
Memang kamus ini merupakan khazanah yang memuat sebanyak mungkin perbendaharaan kata bahasa Madura,yang secara ideal sangat banyak jumlahnya, seperti diakui penulisnya. Penulisan kamus ini memakai “Ejaan Bahasa Madura Tepat Ucap”(EMTU) yang merujuk pada sebuah makalah yang ditulis oleh Muhammad Irsyad di Bangkalan pada tahun 1988 yaitu, “Melacak Ejaan Bahasa Madura Sesuai Dengan Lisan Ibu”. Ejaan ini kurang lebih sama dengan Ejaan Bahasa Madura Yang Disempurnakan tahun 2004, yang dihasilkan oleh Balai Bahasa Surabaya. Perbedaannya, pada EMTU untuk konsonan /d/dh/t/ yang bertanda titik dibawah huruf, pada ejaan EYD 2004 menjadi tanpa tanda titik, seperti :dada,dhajung,bhate (=dada,dayung,untung).
Para ahli bahasa dan para peneliti bahasa Madura mengambil suatu kesimpulan yang berbeda, antara lain mengatakan bahasa Madura termasuk dalam bahasa Melayu-Polynesia.
Menurut Salzner dalam bukunya Aprachenatlas des Indopazifischen Raumes (Wiesbaden,1960), bahasa Madura serumpun dengan bahasa-bahasa Austronesia , yang termasuk pula bahasa Madagaskar, Formosa,Philipina,Jawa,Nusa Tenggara, Maluku,Kalimantan,Sulawesi,Sunda dan bahasa Melayu di Malaka.
Penutur bahasa Madura merupakan yang terbanyak keempat dari 726 bahasa daerah di Indonesia setelah bahasa Indonesia, Jawa dan Sunda.

Bahasa Madura memiliki beberapa ciri atau keunikan tertentu yang tidak ada pada bahasa-bahasa daerah lainnya termasuk bahasa Indonesia sendiri. Sungguh sangat disayangkan sebagian ahli bahasa Madura maupun orang Madura sendiri tidak pernah mempermasalahkannya.Salah satu keunikannya adanya fonem-fonem Madura yang beraspirat atau pengucapan dengan dihembuskan seperti:bh,dh,gh, dan jh. Dalam hal ini mengapa keunikan bahasa Madura ini justru dihilangkan dalam Ejaan Bahasa Madura Yang Disempurnakan ? Padahal fonem-fonem ini bisa dijadikan sebagai pembeda makna.
Sebagai suatu bahasa, bahasa Madura mempunyai cirri-ciri khas baik dalam bidang fonologi (bunyi bahasa), morfologi (bentuk), maupun sintaksisnya (tata/susunan kata atau kalimat).
Keunikan bahasa Madura anatara lain :
1.-Tidak mengenal kata ganti orang ketiga;
2.-Mempunyai fonem-fonem beraspirat dan tanaspirat
Tanaspirat : baba (=bawah) Aspirat : bhabang (=bawang)
Fonem beraspirat disebut konsonan berra’ antep., sedangkan yang tanaspirat disebut berra’ alos atau ambar gherrungan.
Hanya pada bahasa Madura saja yang mempunyai fonem beraspirat.
3.-Mempunyai fungsi morfem “Tang” atau “Sang”
Bahasa Madura “asli” yang belum terpengaruh bahasa lain,sebagai penanda milik (possessive pronoun) orang pertama dalam tingkat bahasa umum “enja’-iya”, dipakai istilah “tang” atau “sang”.
Contoh: tang buku (=buku saya) bukan : bukuna sengko’.
4.- Mempunyai fungsi morfem (--a).
Untuk menyatakan kata kerja bentuk future “akan”, menggunakan sufiks (--a)
Contoh: Sengko’ abinea (=saya akan beristri); Sengko’ burua (=saya akan lari)
5.-Mempunyai fungsi prefiks (e--).
Kalimat pasif bahasa Madura mudah diketahui dengan dipakainya prefiks (e-) pada kata kerjanya, baik pelakunya orang pertama, kedua atupun ketiga.
Contoh: Areya se ekaterroe bi’ sengko’ (= Ini yang diinginkan saya).

Berbicara tentang ejaan bahasa Madura, berbagai tanggapan muncul dikalangan ahli bahasa Madura ataupun dari sekelompok orang yang hanya bisa memaksakan kehendaknya sedang pengetahuan tentang bahasa Maduranya miskin sekali.Quo vadis, ejaan Madura?Ada yang berpendapat kalau kita memakai tambahan symbol bunyi, seperti titik bawah,huruf a bersinkop dan aksen miring ke kiri, tambahan huruf h,dll, itu berarti tidak hemat. Beberapa pendapat lainnya juga dipaparkan dalam buku kamus ini, namun menurut pendapat beberapa pakar bahasa Madura dan pendapat penulis buku kamus ini, ejaan hasil sarasehan 1976 , yang menghasilkan suatu ejaan yang dinamakan "Ejaan Bahasa Madura Yang Disempurnakan",tidak mewakili lidah Madura. Sampai sekarang ejaan ini dipakai dipakai dalam buku-buku pelajaran bahasa Madura di seluruh Madura, namun tidak mendapat pengesahan dari pihak yang berwenang sebagai ejaan yang akan dibakukan. Ejaan ini rupa-rupanya bertaklid begitu saja pada "Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan".Idealnya, bahasa Madura diwakili huruf-huruf yang mendukung semua lafad Madura. Jangan sampai seperti mempelajari bahasa Inggris selain arti kata-kata,masih memikirkan apa dan bagaimana lafad sebuah kata yang tulisan dan bacaannya jauh berbeda.Tambahan symbol bunyi pada bahasa Madura sangat diperlukan, seperti halnya bahasa Perancis, demi tepatnya ucapan. Untuk itu, Ejaan Madura Tepat Ucap (EMTU) menyajikan beberapa “Lambang Bunyi” dan mengfungsikan fonem beraspirat yang berfungsi sebagai pembeda makna (fonemik).Ini merupakan bentuk-bentuk linguistic yang dapat dikatakan “unik” di dalam hal kebahasaan.
Kemudian pada tahun 2004 muncul Ejaan Bahasa Madura yang disempurnakan yang merupakan tindak lanjut hasil lokakarya Ejaan Bahasa Madura oleh Balai Bahasa Surabaya pada tahun 2002. Ejaan ini hampir sama dengan ejaan EMTU yang digagas pada tahun 1988. Dari hasil penyelarasan dalam lokakarya tersebut, disusun buku “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Madura Yang Disempurnakan”.
Ejaan bahasa Madura tahun 2004 sudah disusun dengan pendekatan-pendekatan kaidah dan memperhatikan jati diri etnis Madura. Dalam sosialisasinya, ejaan ini meski masih mendapatkan pertentangan dari beberapa kelompok yang masih keberatan, namun telah mendapat tanggapan positif dari para praktisi dan pemerhati bahasa Madura dan bahan-bahan pelajaran SD/SLTP telah memakai ejaan bahasa Madura 2004 ini.
Semoga dengan adanya edisi Kamus Lengkap Bahasa Madura Indonesia “Dengan Ejaan Bahasa Madura Tepat Ucap” ini bisa lebih meningkatkan perhatian terhadap keberadaan dan pelestarian bahasa Madura secara khusus.

Sumber: http://id.shvoong.com/books/dictionary/1986712-kamus-lengkap-bahasa-madura-indonesia/#ixzz1MlmpRb2b
Ibuku Guruku (Metode Home Schooling Group, Alternatif Model Pendidikan Anak Usia Dini)

Posted by Farid Ma'ruf pada Mei 23, 2007

Oleh: Dr. Ir. Yuliana, M.Si.
Ketua Kelompok Peduli Ibu dan Generasi (el-Diina Pusat) dan Anggota Dewan Pakar ICMI Muda Pusat Bidang Pemberdayaan Perempuan

Keluarga Samara. Hasil penelitian neurologi dan kajian pendidikan anak usia dini cukup memberikan bukti betapa pentingnya stimulasi sejak usia dini dalam mengoptimalkan seluruh potensi anak guna mewujudkan generasi mendatang yang berkualitas dan mampu bersaing dalam percaturan dunia yang mengglobal pada milenium ke tiga ini. Di samping itu, Rasulullah SAW bersabda uthlubul’ilma minalmahdi ilal lakhdi yang artinya “tuntutlah ilmu dari buaian sampai ke liang lahat”.

Hadits tersebut menekankan betapa pentingnya seseorang belajar sedini mungkin. Tentu kesadaran akan perlunya belajar sejak usia dini ini tidak muncul dari si bayi yang ‘belum bisa apa-apa’, namun dimulai dari kesadaran orang tuanya untuk memberikan pembelajaran-pembelajaran kepada anaknya sejak dini. Karena pada dasarnya, ketika seorang manusia telah terlahir ke dunia ini, ia telah dilengkapi berbagai perangkat seperti panca indera dan akal untuk menyerap berbagai ilmu.

Inilah peletak dasar pentingnya pendidikan usia dini. Sejak dini anak harus diberikan berbagai ilmu (dalam bentuk berbagai rangsangan/stimulan). Mendidik anak pada usia ini ibarat membentuk ukiran di batu yang tidak akan mudah hilang, bahkan akan membekas selamanya. Artinya, pendidikan pada anak usia dini akan sangat membekas hingga anak dewasa. Pendidikan pada usia ini adalah peletak dasar bagi pendidikan anak selanjutnya. Keberhasilan pendidikan usia dini ini sangat berperan besar bagi keberhasilan anak di masa-masa selanjutnya.

Upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat dalam meningkatkan akses pelayanan pendidikan anak usia dini terus dilakukan, namun data membuktikan dari 28 juta anak usia 0-6 tahun, sebanyak 73 persen atau sekitar 20,4 juta anak belum mendapatkan layanan pendidikan, baik secara formal maupun non-formal. Khusus anak usia prasekolah, akses layanan pendidikan anak usia dini masih rendah (sekitar 20.0%). Artinya sebanyak 80.0% lainnya belum terlayani di pusat-pusat pendidikan anak usia dini. Kesenjangan antara pedesaan dan perkotaan juga terjadi (Jalal 2002). Hasil yang serupa juga ditemui pada penelitian yang dilakukan oleh Yuliana dkk. di penghujung tahun 2004 dan awal tahun 2005 di Pulau Jawa, bahwa sebagian besar (86.3% di pedesaan dan 73.2% di perkotaan) anak usia prasekolah belum mengakses program-program pendidikan yang ada baik di jalur formal maupun non formal.

Penyebabnya karena masih kurangnya sarana dan prasarana pendidikan khusus untuk usia dini. Selain itu mahalnya biaya pendidikan, semakin menyulitkan anak-anak untuk mendapatkan kesempatan belajar, terutama untuk anak usia dini. Masyarakat secara umum tidak mampu menjangkaunya. Sebagai contoh ada sekolah di Jakarta menarik uang pendaftaran untuk jenjang prasekolah Rp 15 juta di luar uang bulanan Rp 1 juta. Dengan biaya sebesar itu tentunya hanya anak-anak dari kalangan tertentu saja yang mendapatkan kesempatan memperoleh pendidikan yang ”bermutu”.

Padahal keberlangsungan pendidikan untuk anak usia dini, tidak harus dilakukan dengan memasukkan mereka ke dalam lembaga pendidikan. Ibu, adalah SDM yang sangat berpotensial untuk menjadi guru bagi anak-anak usia dini. Ibu memiliki interaksi kuat dengan anak, karena dialah orang yang pertama kali menjalin interaksi; memahami dan selalu mengikuti seluruh aspek tumbuh kembang anak tanpa ada yang terlewat. Ibu adalah orang pertama yang menjadi teladan bagi anak, karena ialah orang terdekat anak. Ibulah yang mampu menerapkan prinsip belajar untuk diterapkan, karena ia yang paling banyak memiliki waktu bersama anak. Ibu adalah yang paling berambisi menyiapkan anak yang sholeh, karena baginya hal tersebut menjadi investasi terbesar untuk akhirat. Akhirnya, memang hanya ibu yang memiliki peluang terbesar mendidik anak dengan penuh ketulusan, kasih sayang dan pengorbanan yang sempurna.

Peluang Ibu menjadi guru bagi anak-anak usia dini sangat besar sekali. Masih banyak Ibu-Ibu yang ada di negeri ini tidak bekerja dan mengurus anak-anaknya secara langsung. Bila Ibu yang menjadi guru maka biaya pendidikan yang dikeluarkan tidaklah besar, karena Ibu dalam menjalankan perannya sebagai pendidik dilakukan di dalam rumah dengan waktu yang disesuaikan dengan kondisi anak dan Ibu. Berbeda dengan memasukkan anak ke dalam sekolah, mereka terikat dengan jadwal belajar tertentu. Ibu pun harus mengeluarkan biaya yang mahal. Menjadikan Ibu sebagai guru dan melaksanakan proses pendidikan dengan metode kelompok belajar bersama di rumah, itulah yang dijalankan dalam program Ibuku Guru Kami dengan metode home schooling group.

Mengapa pendidikan anak usia dini dilakukan di rumah?

Rumah merupakan lingkungan terdekat anak dan tempat belajar yang paling baik buat anak. Di rumah anak bisa belajar selaras dengan keinginannya sendiri. Ia tak perlu duduk menunggu sampai bel berbunyi, tidak perlu harus bersaing dengan anak-anak lain, tidak perlu harus ketakutan menjawab salah di depan kelas, dan bisa langsung mendapatkan penghargaan atau pembetulan kalau membuat kesalahan. Disinilah peran ibu menjadi sangat penting, karena tugas utama ibu sebetulnya adalah pengatur rumah tangga dan pendidik anak. Di dalam rumah banyak sekali sarana-sarana yang bisa dipakai untuk pembelajaran anak. Anak dapat belajar banyak sekali konsep tentang benda, warna, bentuk dan sebagainya sembari ibu memasak di dapur.

Anak juga dapat mengenal ciptaan Allah melalui berbagai macam makhluk hidup yang ada di sekitar rumah, mendengarkan ibu membaca doa-doa, lantunan ayat-ayat Al-Qur’an dan cerita para Nabi dan sahabat dalam suasana yang nyaman dan menyenangkan. Oleh sebab itu rumah merupakan lingkungan yang tepat dalam menyelenggarakan pendidikan untuk anak usia dini seperti yang dilakukan semasa pemerintahan Islam, bahwa pendidikan untuk anak-anak di bawah tujuh tahun dibimbing langsung oleh orang tuanya.

Al-Abdary dalam kitab Madkhalusi asy-Syar’i asy-Syarif mengkritik para orang tua dan wali yang mengirimkan anak-anaknya ke sekolah pada usia kurang dari tujuh tahun. Ia mengatakan:“Dahulu para leluhur kita yang alim mengirimkan putera-puteranya ke Kuttab/sekolah tatkala mereka mencapai usia tujuh tahun. Sejak usia tersebut orang tua diharuskan mendidik anak-anaknya mengenal shalat dan akhlak yang mulia. Akan tetapi saat ini amat disesalkan bahwa anak-anak zaman sekarang menuntut ilmu pada usia yang masih rawan (4-5) tahun. Para pengajar hendaknya hati-hati mengajar anak-anak usia rawan ini, karena dapat melemahkan tubuh dan akal pikirannya”.

Metode home schooling group ini dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat karena dalam pelaksanaannya bersifat dinamis, dapat bervariasi sesuai dengan keadaan sosial ekonomi orang tua. Keterlibatan orang tua (ibu) dalam home schooling group sangat dominan dan jarak tempuh anak ke kelompok-kelompok home schooling dapat ditempuh anak dengan berjalan kaki (maksimal 1 km). Hal demikian menjadikan keunggulan dari home schooling (murah, ibu dekat dengan anak, dan dinamis). Mengapa harus dalam bentuk grup atau kelompok ? Hal tersebut bertujuan untuk menanamkan konsep sosialisasi pada anak, membangun ukhuwwah Islamiyah di kalangan Ibu disamping dapat meringankan beban ibu dan upaya memperbaiki lingkungan masyarakat

Kurikulum home shcooling group diharapkan dapat mencerminkan kegiatan untuk membangun kemampuan kepribadian anak dan kemampuan ilmu Islam/tsaqofah (mencakup materi aqidah, bahasa arab, Al-Qur’an, As-Sunnah, fiqh, siroh nabi dan sejarah kaum muslimin) dan membangun kemampuan keterampilan sainteks (kognitif, bahasa, motorik kasar, motorik halus, seni, kemandirian dan sosial emosional). Kegiatan tersebut dilakukan dengan metode pengajaran bermain sambil belajar melalui keteladanan, mendengar, mengucapkan, bercerita dan pembiasaan. Pendekatan pembelajaran dalam home schooling group haruslah berorientasi pada prinsip-prinsip perkembangan anak, kebutuhan anak, menggunakan pendekatan tematik, kreatif dan inovatif, lingkungan kondusif dan mengembangkan kemampuan hidup.

Peran Ibu sebagai pendidik pertama dan utama, tidak hanya dalam rangka mendidik anak-anaknya semata. Hal ini disebabkan, anak-anaknya berinteraksi dengan anak orang lain di lingkungannya. Anak kita membutuhkan teman untuk belajar bersosialisasi dan berlatih menjadi pemimpin. Kesadaran kita sebagai seorang muslim yang peduli dengan kondisi masyarakatnya akan menumbuhkan rasa tanggungjawab untuk turut mendidik anak-anak lain sebagai generasi penerus umat. Sehingga Ibu tidak cukup mendidik anak sendiri, tetapi juga perlu mendidik anak-anak lain bersama ibunya yang ada di lingkungannya.

Kesamaan visi dan misi dalam mendidik anak di kalangan orangtua sangat dibutuhkan untuk keberlangsungan aktivitas belajar yang efektif dan efisien. Seringkali selama ini orang tua menyerahkan sepenuhnya pelaksanaan pendidikan anak-anak (termasuk usia dini) kepada sekolah dan guru. Orangtua seharusnya menyadari bahwa kewajiban untuk mendidik anak tidaklah hilang dengan menyekolahkan mereka. Orangtua pun perlu mengkaitkan proses belajar di sekolah dengan di rumah sehingga target pendidikan dapat dicapai.

Menjadi guru bagi anak-anak usia dini, tidaklah berarti Ibu mendidik anaknya secara individual, namun dapat dilakukan secara berkelompok dengan melibatkan para orangtua (Ibu) yang ada di sekitar lingkungannya menjadi team pengajar (guru). Sistem kelompok belajar dalam bentuk grup, selain menumbuhkan kebersamaan dan melatih anak dalam bersosialisasi juga menyuburkan persaudaraan dan kedekatan diantara orangtua sehingga memudahkan memberikan penyelesaian terhadap permasalahan-permasalahan yang muncul dari anak-anak tersebut. Dengan demikian anak-anak usia dini mendapatkan pelajaran dalam bentuk kelompok dan akan melanjutkan pelajaran mereka di rumah bersama ibunya masing-masing.(www.keluarga-samara.com)
RESONANSI:
PENDIDIKAN KARAKTER UNTUK MEMBANGUN KEBERADABAN BANGSA
Kategori: Internal (14075 kali dibaca)
Mengawali tulisan ini, patut kiranya kita memberikan “makna” lebih tentang tema besar yang diangkat pada acara Hari Pendidikan Nasional tahun 2010 yakni ”Pendidikan Karakter Untuk Membangun Keberadaban Bangsa”. Karena Dunia pendidikan diharapkan sebagai motor penggerak untuk memfasilitasi perkembangan karakter, sehingga anggota masyarakat mempunyai kesadaran kehidupan berbangsa dan bernegara yang harmonis dan demokratis dengan tetap memperhatikan sendi-sendi Nagara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan norma-norma sosial di masyarakat yang telah menjadi kesepakatan bersama.

”Dari mana asalmu tidak penting, Ukuran tubuhmu juga tidak penting, Ukuran Otakmu cukup penting, ukuran hatimu itulah yang sangat penting” karena otak (pikiran) dan kalbu hati yang paling kuat menggerak seseorang itu ”bertutur kata dan bertindak” Simak, telaah, dan renungkan dalam hati apakah telah memadai ”wahana” pembelajaran memberikan peluang bagi peserta didik untuk multi kecerdasan yang mampu mengembangkan sikap-sikap; kejujuran, integritas, komitmen, kedisipilinan, visioner, dan kemandirian.

Sejarah memberikan pelajaran yang amat berharga, betapa perbedaan, pertentangan, dan pertukaran pikiran itulah sesungguhnya yang mengantarkan kita ke gerbang kemerdekaan. Melalui perdebatan tersebut kita banyak belajar, bagaimana toleransi dan keterbukaan para Pendiri Republik ini dalam menerima pendapat, dan berbagai kritik saat itu. Melalui pertukaran pikiran itu kita juga bisa mencermati, betapa kuat keinginan para Pemimpin Bangsa itu untuk bersatu di dalam satu identitas kebangsaan, sehingga perbedaan-perbedaan tidak menjadi persoalan bagi mereka.

Karena itu pendidikan karakter harus digali dari landasan idiil Pancasila, dan landasan konstitusional UUD 1945. Sejarah Indonesia memperlihatkan bahwa pada tahun 1928, ikrar “Sumpah Pemuda” menegaskan tekad untuk membangun nasional Indonesia. Mereka bersumpah untuk berbangsa, bertanah air, dan berbahasa satu yaitu Indonesia. Ketika merdeka dipilihnya bentuk negara kesatuan. Kedua peristiwa sejarah ini menunjukan suatu kebutuhan yang secara sosio-politis merefleksi keberadaan watak pluralisme tersebut. Kenyataan sejarah dan sosial budaya tersebut lebih diperkuat lagi melalui arti simbol “Bhineka Tunggal Ika” pada lambang negara Indonesia.

Dari mana memulai dibelajarkannya nilai-nilai karakter bangsa, dari pendidikan informal, dan secara pararel berlanjut pada pendidikan formal dan nonformal. Tantangan saat ini dan ke depan bagaimana kita mampu menempatkan pendidikan karakter sebagai sesuatu kekuatan bangsa. Oleh karena itu kebijakan dan implementasi pendidikan yang berbasis karakter menjadi sangat penting dan strategis dalam rangka membangun bangsa ini. Hal ini tentunya juga menuntut adanya dukungan yang kondusif dari pranata politik, sosial, dan budaya bangsa.

”Pendidikan Karakter Untuk Membangun Keberadaban Bangsa”, adalah kearifan dari keaneragaman nilai dan budaya kehidupan bermasyarakat. Kearifan itu segera muncul, jika seseorang membuka diri untuk menjalani kehidupan bersama dengan melihat realitas plural yang terjadi. Oleh karena itu pendidikan harus diletakan pada posisi yang tepat, apalagi ketika menghadapi konflik yang berbasis pada ras, suku dan keagamaan. pendidikan karakter bukanlah sekedar wacana tetapi realitas implementasinya, bukan hanya sekedar kata-kata tetapi tindakan dan bukan simbol atau slogan, tetapi keberpihak yang cerdas untuk membangun keberadaban bangsa Indonesia. Pesan akhir tulisan ini, berikan layanan yang terbaik kepada Pendidik dan Tenaga Kependidikan sehingga terwujud masyarakat yang ”beradab” yang mengimplementasikan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia........ Pembiasaan berperilaku santun dan damai adalah refreksi dari tekad kita sekali merdeka, tetap merdeka. (Muktiono Waspodo)
PENDAHULUAN
Sejak beberapa tahun yang
lalu penyelenggara pendidikan
baik sekolah negeri maupun
swasta, menyelenggarakan
Pendidikan Karakter. Pendidikan
ini berkembang karena para pakar
pendidikan di Indonesia mengakui
bahwa sistem pendidikan yang
telah ada, khususnya dalam bidang
kepribadian (karakter) telah gagal
dilakukan. Gagalnya pendidikan
di Indonesia menghasilkan
manusia yang kurang berkarakter
masih bisa diperdebatkan. Tetapi
kegagalan ini setidaknya diperkuat
oleh pendapat I Ketut Sumarta,
seorang yang telah lama bergelut
dalam dunia pendidikan. Dalam
bukunya yang berjudul Pendidikan
yang Memekarkan Rasa, ia
mengatakan: “Pendidikan nasional
kita cenderung hanya menonjolkan
pembentukan kecerdasan berpikir
dan menepikan penempatan
kecerdasan rasa, kecerdasan budi,
bahkan kecerdasan batin. Dari sini
lahirlah manusia manusia yang
berotak pintar, manusia berprestasi
secara kuantitatif akademik, namun
tiada berkecerdasan budi sekaligus
sangat berkegantungan, tidak
merdeka mandiri.” Kutipan di atas
menunjukkan bahwa telah terjadi
ketidakpuasan atau cenderung
terjadinya kegagalan dalam
dunia pendidikan dalam rangka
membentuk manusia dewasa
dan berwatak mandiri. Kegagalan
membentuk manusia dewasa dan
berwatak mandiri ini kemudian
diatasi atau diperkecil dengan
melakukan program pendidikan
karakter. Kurang berhasilnya sistem
pendidikan membentuk sumber
daya manusia dengan karakter
yang tangguh, berbudi pekerti luhur,
bertanggung jawab, berdisiplin, dan
mandiri, terjadi hampir di semua
lembaga pendidikan baik negeri
maupun swasta. Lebih jauh upaya
nation character building sesuai
dengan nilai-nilai budaya bangsa
Indonesia terkesan tidak berjalan
seperti yang diinginkan.
Lembaga-lembaga pendidikan
baik yang bersifat umum maupun
yang berlandaskan nilai-nilai
agama berupaya sedapat mungkin
menanamkan dan mengembangkan
karakter siswanya sesuai dengan
nilai-nilai universal yang berlaku.
BPK PENABUR Jakarta sejak
tahun 1996 memberikan Progam
Pendidikan Karakter kepada
siswanya secara khusus. Pada saat
diluncurkan program ini bernama
Program Pembinaan Kepribadian
Siswa, kemudian berubah menjadi
Progam Bina Pribadi, Character
Building dan terakhir bernama
Character Formation.
Program Character Formation
dilatarbelakangi oleh beberapa
keadaan berikut:
1. Dunia yang sedang mengalami
perubahan.
Program Character Formation
diadakan oleh BPK PENABUR
Jakarta dilatarbelakangi dengan
pemahaman bahwa hidup dalam
masa ini seringkali membingungkan
baik bagi orang tua maupun
anak-anak. Ada banyak hal yang
berubah di sekeliling kita dalam
politik, sosial ekonomi, moral, dan
spiritual. Di tengah perubahan itu
tampak melemahnya penegakan
disiplin dan peraturan, sehingga apa
yang benar dan apa yang salah tidak
jelas. Dengan kata lain, batas-batas
moral menjadi kabur. Kekaburan
ini menyebabkan memilih sesuatu
yang benar dan tepat menjadi jauh
lebih sukar, dan akibatnya salah
pilih menjadi jauh lebih serius.
Penegakan disiplin, peraturan
dan batas-batas moral menjadi
jelas dalam kehidupan seorang
siswa dapat dikembalikan dengan
melakukan pembinaan secara
sengaja dan terarah. Pembinaan
tersebut dilakukan dengan
pelaksanaan dan pengembangan
karakter.
2. Meningkatnya sikap egoisme
dan pelanggaran terhadap
hak-hak orang dengan
melakukan kekerasan terhadap
orang lain.
Perkembangan ini bukan hanya
terjadi di negara tetangga kita tetapi
juga di negara kita. Perselisihan
paham dan sikap mau menang
sendiri, berkembang menjadi
pertengkaran dan perkelahian.
Kesalahan kecil antara dua
orang, yang tidak terselesaikan,
berkembang menjadi perkelahian
antar kelompok/warga dan
perusakan milik orang-orang di
sekitarnya.
3. Sikap siswa yang berubah.
Selain kedua alasan di atas,
alasan yang lebih penting adalah
banyaknya keluhan ketika terjadi
interaksi antara orang tua dan guru
tentang siswa. Banyak orang tua
melaporkan anaknya enggan pergi
ke sekolah, anak takut maju ke
depan kelas ketika mendapat giliran
atau anak tidak ada kemauan untuk
belajar. Guru menyatakan bahwa
banyak siswa kurang menunjukkan
kesungguhan dalam belajar dan
kurang berusaha, terlambat datang,
sering tidak membuat tugas,
menyontek, kurang ramah, angkuh,
meremehkan, bersikap kurang ajar,
menentang dan berkecenderungan
balas dendam, kurang tegar
dan tangguh dalam menghadapi
tekanan.
Dari berbagai latar belakang
yang telah diuraikan di atas maka
BPK PENABUR Jakarta melakukan
program Character Formation.
Program Character Formation ini
dilaksanakan di lingkungan BPK
PENABUR Jakarta sejak tahun
1996 dan dijalankan oleh sebuah
Tim Pembinaan Kepribadian Siswa.
Tim ini dibantu oleh beberapa guru
agama, guru bimbingan konseling
dan guru-guru bidang studi lain.
Tim ini bertugas merumuskan apa
yang dimaksud dengan Program
Character Formation, menentukan
ruang lingkup sasaran program,
nilai-nilai kristiani yang diajarkan,
sumber nilai kristiani, tujuan
program: Tujuan Instruksioanal
Umum (TIU) dan Khusus (TIK),
materi pembinaan, strategi
pembinaan, modul pembinaan,
metode yang digunakan. Nilai-Nilai
yang diajarkan bersumber pada
Alkitab, yang didalamnya terdapat
pengajaran hubungan dengan Allah
dan hubungan dengan sesama
manusia, pengajaran tentang iman
dan pengajaran tentang perilaku
terhadap sesama.
Sasaran umum Program
Character Formation di Lingkungan
BPK PENABUR Jakarta adalah
pembentukan manusia seutuhnya,
yang secara rinci sebagai berikut.
1. Mengajar untuk berpikir.
2. Menguatkan nilai diri yang
bertumpu pada penerimaan kita
oleh Tuhan karena kasih-Nya
(Christ based self-esteem).
Berdasarkan hal ini kita mengasihi
orang lain.
3. Membantu menguasai perasaan,
baik terhadap diri sendiri maupun
terhadap orang lain.
4. Mengembangkan lebih banyak
sikap kristiani.
5. Membuka diri terhadap hubungan
saling mempedulikan
antarsesama.
6. Mengembangkan karunia untuk
melayani dan memimpin.
7. Mengajarkan untuk setia dalam
pelayanan.
Ada yang beranggapan bahwa
mendidik kepribadian siswa adalah
tanggung jawab orang tua. Pendapat
ini sebagian memang benar,
tetapi kita sebagai sekolah juga
mempunyai fungsi untuk mendidik.
Sebagai lembaga Kristen kita juga
terpanggil untuk mendidik anak
dalam perilaku Kristiani dan bukan
hanya mengajarkan berbagai
pengetahuan. ***
Djudjun Djaenudin Supriadi
Kasi. Kerohanian dan Karakter
BPK PENABUR Jakarta
MAKALAH
PERAN KEPALA SEKOLAH SEBAGAI MENEJER, PEMIMPIN DAN SUPERVISOR

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Etika Profesi
Yang dibina oleh Ibu Waqi’atul Masruroh, M.Si.


Di susun Oleh:
NURUL FAIZAH
NIM: 180 811 308













SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PAMEKASAN
2011

DAFTAR ISI
BAB I
PENDUHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Suatu lembaga pendidikan tidak akan berkembang dengan baik, jika kepemimpinan kurang diperhatikan. Kepemimpinan yang efektif akan sangat menopang keberhasilan sutu lembaga pendidikan. Keberhasilan suatu lembaga pendidikan memerlukan seorang yang mampu dan tangguh dalam memimpin sebuah lembaga pendidikan. Seseorang inilah disebut dengan pemimpin pendidikan atau dalam suatu lembaga pendidikan formal disebut kepala sekolah.
Kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan mempunyai peran ganda, disamping sebagai Pemimpin, menejer, administrator ia juga sebagai supervisor. Kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan perannya sangat penting untuk membantu guru dan muridnya. Didalam kepemimpinnya kepala harus dapat memahami, mengatasi dan memperbaiki kekurangan-kekurangan yang terjadi di lingkunagn sekolah.,
Melihat pentingnya fungsi kepala sekolah, maka usaha untuk meningkatkan kinerja yang lebih tinggi bukanlah merupakan pekerjaan yang mudah bagi kepala sekolah. Karena kegiatan berlangsung sebagai proses yang tidak muncul dengan sendirinya. Pada kenyataannya banyak kepala sekolah yang sudah berupaya secara maksimal untuk meningkatkan kualitas pendidikan, salah satu caranya memotivasi para guru-guru akan memilki kinerja lebih baik tapi hasilnya masih lebih jauh dari harapan. Karena itu, dalam makalah yang cukup singkat ini, penulis akan berupaya memaparkan beberapa peranan yang harus dilakukan oleh kepala sekolah, dengan harapan akan dapat membantu meningkatkan tanggung jawabnya.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari pemaparan di atas dapat di tarik rumusan masalahnya, yaitu sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud kepala sekolah?
2. Apa saja peran dan fungsi kepala sekolah?
3. Bagimana yang semestinya dilakukan kepala sekolah jika bertindak sebagai pemimpin?
4. Bagimana yang semestinya dilakukan kepala sekolah jika bertindak sebagai menejer?
5. Bagimana yang semestinya dilakukan kepala sekolah jika bertindak sebagai supervisor?


BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN KEPALA SEKOLAH
Keberhasilan suatu lembaga pendidikan sangat tergantung pada kepemimpinan kepala sekolah. Karena kepala sekolah sebagai pemimpin dilembaganya, maka dia harus mampu membawa lembaganya kearah tercapainya tujuan yang telah ditetapkan, dia harus mampu melihat adanya perubahan serta mampu melihat masa depan dalam kehidupan globalisasi yang lebih baik. Kepala sekolah harus bertangung jawab atas kelancaran dan keberhasilan semua urusan pengaturan dan pengelolaan secara formal kepada atasannya atau informal kepada masyarakat yang telah menitipkan anak didiknya.
Kepala sekolah adalah tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah dimana diselenggarakan proses belajar-mengajar atau tempat dimana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran.
Di lembaga persekolahan, kepala sekolah atau yang lebih popular sekarang disebut sebagai ”guru yang mendapat tugas tambahan sebagai kepala sekolah”, bukanlah mereka yang kebetulan mempunyaoi nasib baik senioritas, apalagi secara kebetulan direkrut untuk menduduki posisi itu, dengan kinerja yang serba kaku dan mandul. Mereka diharapkan dapat menjadi sosok pribadi yang tangguh, handal dalam rangka pencapaian tujuan sekolah.
Dari penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwasanya posisi kepala sekolah akan menentukan arah suatu lembaga. Kepala sekolah merupakan pengatur dari program yang ada di sekolah. Karena nantinya diharapkan kepala sekolah akan membawa spirit kerja guru dan membangun kultur sekolah dalam peningkatan kualitas pembelajaran.


B. PERAN DAN FUNGSI KEPELA SEKOLAH
Dinas pendidikan telah menetapkan bahwa kepala sekolah harus mampu melaksanakan pekerjaannya sebagai edukator, manajer, administrator, dan supervisi (EMAS). Tetapi dalam perkembangannya sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan perkembangan zaman, kepala sekolah juga harus mampu berperan sebagai leader, innovator dan motivator di sekolahnya. Dengan demikian dalam paradigma baru manajemen pendidikan, kepala sekolah setidaknya harus mampu berfungsi sebagai edukator, manajer, administrator, supervisor, leader, inovator dan motivator (EMASLIM).
Perspektif kedepan menunjukkan bahwa kepala sekolah juga harus mampu berperan sebagai figur dan mediator, bagi perkembangan masyarakat dan lingkungan. Demikian pekerjaan kepala sekolah semakin hari semakin meningkat dan akan semakin meningkat sesuai dengan perkembangan pendidikan yang diharapkan.
Aswarni Sudjud, Moh. Saleh dan Tatang M Amirin dalam bukunya ”Administrator Pendidikan” menyebutkan bahwa fungsi kepala sekolah adalah sebagai berikut:
a. Perumus tujuan kerja dan pembuat kebijaksanaan sekolah.yang disebut pemimpin atau menejer.
b. Pengatur tata kerja sekolah, yang mencakup mengatur pembagian tugas dan wewenang, mengatur petugas pelaksana, menyelenggarakan kegiatan. Yakni administrator
c. Pensupervisi kegiatan sekolah, meliputi: mengatur kegiatan, mengarahkan pelaksanaan kegiatan, mengevaluasi pelaksanaan kegiatan dan membimbing dan meningkatkan kemampuan pelaksana. (supervisor).
C. KEPALA SEKOLAH SEBAGAI PEMIMPIN
Istilah kepemimpinan bukan merupakan istilah baru bagi masyarakat. Di setiap organisasi, selalu ditemukan seorang pemimpin yang menjalankan organisasi. Pemimpin berasal dari kata “leader” yang merupakan bentuk benda dari “to lead” yang berarti memimpin. Untuk memahami pengertian kepemimpinan secara jelas, maka perlu dikaji beberapa definisi yang dikemukakan para ahli kepemimpinan.
Banyak ahli yang mengemukakan pengertian kemimpinan. Feldmon mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah usaha sadar yang dilakukan pimpinan untuk mempengaruhi anggotanya melaksanakan tugas sesuai dengan harapannya. Di sisi lain, Newell mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi orang lain untuk mencapai pengembangan atau tujuan organisasi. Kedua pendapat tersebut sesuai dengan pendapat Stogdil yang mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktifitas kelompok untuk mencapai tujuan organisasi.
Berdasarkan beberapa definisi yang dikemukakan para ahli kepemimpinan tersebut, dapat digarisbawahi bahwa kepemimpinan pada dasarnya adalah suatu proses menggerakkan, mempengaruhi dan membimbing orang lain dalam rangka untuk mencapai tujuan organisasi. Ada empat unsur yang terkandung dalam pengertian kepemimpinan, yaitu unsur orang yang menggerakkan yang dikenal dengan pemimpin, unsur orang yang digerakkan yang disebut kelompok atau anggota, unsur situasi dimana aktifitas penggerakan berlangsung yang dikenal dengan organisasi, dan unsur sasaran kegiatan yang dilakukan.
Sekolah merupakan salah satu bentuk organisasi pendidikan. Kepala sekolah merupakan pemimpin pendidikan di sekolah. Jika pengertian kepemimpinan tersebut diterapkan dalam organisasi pendidikan, maka kepemimpinan pendidikan bisa diartikan sebagai suatu usaha untuk menggerakkan orang-orang yang ada dalam organisasi pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan. Hal ini sesuai dengan pendapat Nawawi yang mengemukakan bahwa kepemimpinan pendidikan adalah proses mempengaruhi, menggerakkan, memberikan motivasi, dan mengarahkan orang-orang yang ada dalam organisasi pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan.
Dalam organisasi pendidikan yang menjadi pemimpin pendidikan adalah kepala sekolah. Sebagai pemimpin pendidikan, kepala sekolah memiliki sejumlah tugas dan tanggung jawab yang cukup berat. Untuk bisa menjalankan fungsinya secara optimal, kepala sekolah perlu menerapkan gaya kepemimpinan yang tepat.
Peranan utama kepemimpinan kepala sekolah tersebut, nampak pada pernyataan-pernyataan yang dikemukakan para ahli kepemimpinan. Knezevich yang dikutip Indrafachrudi mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah sumber energi utama ketercapaian tujuan suatu organisasi. Di sisi lain, Owens juga menegaskan bahwa kualitas kepemimpinan merupakan sarana utama untuk mencapai tujuan organisasi. Untuk itu, agar kepala sekolah bisa melaksanakan tugasnya secara efektif, mutlak harus bisa menerapkan kepemimpinan yang baik.
Kemampuan yang harus diwujudkan kepala sekolah sebagai leader dapat dianalisis dari kepribadian, pengetahuan terhadap tenaga kependidikan, visi dan misi sekolah, kemampuan mengambil keputusan dan kemampuan dalam berkomunikasi.
Kepribadian kepala sekolah sebagai leader akan tercermin pada sifat-sifatnya (1) jujur, (2) percaya diri, (3) tanggung jawab, (4) berani mengambil resiko dan keputusan, (5) berjiwa besar, (6) emosi yang stabil, (7) teladan.
Pemahaman terhadap visi dan misi akan tercermin dari kemampuannya untuk: (1) mengembangkan visi sekolah, (2) mengembangkan misi sekolah, (3) melaksanakan program untuk mewujudkan visi dan misi ke dalam tindakan. Sedangkan Kemampuan mengambil keputusan akan tercermin dari kemampuannya untuk (1) berkomunikasi dengan lisan (2) menuangkan gagasan dalam bentuk lisan, (3) berkomunikasi secara lisan dengan peserta didik, (4) berkomunikasi secara lisan dengan orang tua dan masyarakat dalam lingkungan sekolah.
Sedangkan tipe-tipe kepemimpinan kepala sekolah dapat di golongkan menjadi beberapa bagian, yaitu:
a. Kepemimpinan otoriter
Kepemimpinan otoriter adalah kepemimpinan yang bertindak sebagai diktor terhadap anggota-anggota kelompoknya. Baginya memimpin adalah menggerakkan dan memaksa kelompok. Apa yang diperintahnya harus dilaksanakan secara utuh, ia bertindak sebagai penguasa dan tidak dapat dibantah sehingga orang lain harus tunduk kepada kekuasaanya. Ia menggunakan ancaman dan hukuman untuk menegakkan kepemimpinannya. Kepemimpian otoriter hanya akan menyebabkan ketidakpuasan dikalangan guru.
b. Kepemimpinan paternalistic
Tipe kepemimpinan ini banyak terdapat dilingkungan masyarakat yang masih bersifat tradisional. Salah satu cirri dari kepemimpinan demikian ialah rasa hormat yang tinggi yang ditujukan oleh para agnggotanya kepada yang dituakan (pemimpinnya). Ketergantungan hidup bawahnnya berada pada pemimpinnya itu.
Para bawahannya biasanya mengharapkan para pemimpin paternalistic mempunyai sifat kebapak-an, yang tidak mementingakan diri sendiri melainkan memberikan perhatian kepada bawahannya. Akan tetapi pemimpin yang paternalistic mengharapkan bahwa kehadiran / keberadaan dari organisasi tidak lagi dipertanyakan oleh orang lain.
c. Kepemimpinan karismatik
Literatur yang ada tentang kepemimpinan tidak memberikan petunjuk yang cukup bagi penulis untuk melakukan analisis tentang kepemimpinan yang karismatik. Artinya tidak banyak hal yang dapat disimak dari literature yang ada tentang kreteria kepemimpinan yang karismatik itu.
Memang ada ada karakteristiknya yang khas yaitu daya tarik ayang sangat memikat sehingga mampu memperoleh pengikut atau dukungan yang jumlahnya kadang-kadang sangat besar.
Tegasnya seorang pemimpin yang karismatik adalah orang yang dikagumi oleh banyak pengikut meskipun para pengikut tersebut tidak selalu dapat menjelaskan secara konkret mengapa orang tertentu itu dikagumi.
d. kepemimpinan Laissez Faire
Bentuk kepemimpinan ini merupakan kebalikan dari kepemimpinan otoriter. Yang mana kepemimpinan laissez faire menitik beratkan kepada kebebasan bawahan untuk melakukan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Pemimpin lasses faire banyak memberikan kebebasan kepada personil untuk menentukan sendiri kebijaksanaan dalam melaksanakan tugas, tidak ada pengawasan dan sedikit sekali memberikan pengarahan kepada personilnya.
Kepemimpinan Laissez Faire tidak dapat diterapkan secara resmi di lembaga pendidikan, kepemimpinan laissez faire dapat mengakibatkan kegiatan yang dilakuakn tidak terarah, perwujudan kerja simpang siur, wewenang dan tanggungjawab tidak jelas, yang akhirnya apa yang menjadi tujuan pendidikan tidak tercapai.
e. Kepemimpinan Demokratis.
Bentuk kepemimpinan demokratis menempatkan manusia atau personilnya sebagai factor utama dan terpenting. Hubungan antara pemimpin dan orang-orang yang dipimpin atau bawahannya diwujudkan dalam bentuk human relationship atas dasar prinsip saling harga-menghargai dan hormat-menghormati.
Dalam melaksanakan tugasnya, pemimpin demokratis mau menerima dan bahkan mengharapkan pendapat dan saran-saran dari bawahannya, juga kritik-kritik yang membangun dari anggota diterimanya sebagai umpan balik atau dijadikan bahan pertimbangan kesanggupan dan kemampuan kelompoknya. Kepemimpinan demokratis adalah kepemimpinan yang aktif, dinamis, terarah yang berusaha memanfaatkan setiap personil untuk kemajuan dan perkembangan organisasi pendidikan.
Sedangkan Peranan kepemimpinan kepala sekolah dalam pendidikan, yaitu kepala sekolah harus mampu berperan yaitu sebagai berikut:
a) Peran yang bertalian dengan tujuan yang hendak dicapai
• Pemimpin berperan memikirkan dan merumuskan dengan teliti tujuan kelompok serta menjelaskan supaya anggota dapat berkerjasama mencapai tujuan itu.
• Pemimpin berperan memberi dorongan kepada anggota-anggota kelompok untuk menganalisis situasi supaya dapat dirumuskan rencana kegiatan kepemimpinan yang dapat memberi harapan baik.
• Pemimpin berperan membantu anggota kelompok dalam memberikan keterangan yang perlu supaya dapat mengadakan pertimbangan yang sehat.
• Pemimpin berperan menggunakan kesempatan dan minat khusus anggota kelompok.
b) Peran yang bertalian dengan suasana pekerjaan yang sehat dan menyenangkan
• Pemimpin berperan memupuk dan memelihara kebersamaan di dalam kelompok.
• Pemimpin berperan mengusahakan suatu tempat bekerja yang menyenangkan, sehingga dapat dipupuk kegembiraan dan semangat bekerja dalam pelaksanaan tugas.
• Pemimpin dapat berperan menanamkan dan memupuk perasaan para anggota bahwa mereka termasuk dalam kelompok dan merupakan bagian dari kelompok.
Adapun syarat-syarat yang harus dimiliki oleh kepala sekolah sebagai pemimpin adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kesehatan jasmaniah dan rohaniah yang baik.
b. Berpegang teguh pada tujuan yang hendak dicapai.
c. Bersemangat
d. Jujur
e. Cakap dalam memberi bimbingan
f. Cepat serta bijaksana dalam mengambil keputusan
g. Cerdas
h. Cakap dalam hal mengajar dan menaruh kepercayaan kepada yang baik dan berusaha mencapainya
D. KEPALA SEKOLAH SEBAGAI MENEJER
Manajemen pada hakekatnya adalah suatu proses merencanakan, melembagakan, melaksanakan, memimpin dan mengendalikan usaha para anggota lembaga serta mendayagunakan seluruh sumber-sumber daya lembaga dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Berdasarkan definisi tersebut, seorang manajer (kepala sekolah) pada hakekatnya adalah seorang perencana, organisator, pemimpin, dan pengendali. Keberadaan manajer pada suatu organisasi (sekolah) sangat diperlukan, sebab organisasi sebagai alat mencapai tujuan organisasi.
Menurut GR Terry, proses manajemen ditempuh melalui empat tahapan, yaitu planning, organizing, actuating, dan controlling (POAC).
1. Planning.
Perencanaan pada hakekatnya adalah aktifitas pengambilan keputusan tentang sasaran (objectives) apa yang akan dicapai, tindakan apa yang akan diambil dalam rangka mencapai tujuan dan siapa yang akan melaksanakan tugas-tugas tersebut. Menurut Roger A. Kauffman perencanaan adalah proses penentuan tujuan atau sasaran yang hendak dicapai dan menetapkan jalan dan sumber yang diperlukan untuk mencapai tujuan seefektif dan seefisien mungkin.
Dengan demikian perencanaan pendidikan adalah keputusan yang diambil untuk melakukan tindakan sesuai dengan jangka waktu perencanaan agar penyelenggaraan system pendidikan menjadi lebih efektif dan efisien, serta menghasilkan lulusan yang bermutu, dan relevan dengan kebutuhan pembangunan.
2. Organizing
Pengorganisasian sebagai proses membagi kerja ke dalam tugas-tugas yang lebih kecil, membebankan tugas-tugas itu kepada orang yang sesuai dengan kemampuannya, dan mengalokasikan sumber daya, serta mengkoordinasikannya dalam rangka efektivitas pencapaian tujuan organisasi.
Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa dalam fungsi pengorganisasian itu terdapat adanya sekelompok orang yang bekerja sama, adanya tujuan tertentu yang hendak dicapai, adanya pekerjaan yang akan dikerjakan, adanya pembagian tugas yang disusun oleh pimpinan, mengelompokkan kegiatan, menyediakan ala-alat yang dibutuhkan untuk aktivitas organisasi, adanya pendelegasian wewenang antara atasan dan bawahan, sampai pada pembuatan struktur organisasi yang efektif dan efisien.
3. Actuating (penggerakan)
Terry (1978) memberikan definisi penggerakan: Berarti, penggerakan adalah membuat semua anggota kelompok agar mau bekerja sama secara ikhlas serta bergairah untuk mencapai tujuan organisasi sesuai dengan perencanaan dan usaha-usaha pengorganisasian
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa penggerakan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pimpinan untuk membimbing, mengarahkan, dan mengatur bawahan yang telah diberikan tugas dalam melakukan suatu kegiatan secara efektif dan efisien agar diperoleh suatu hasil yang optimal.
4. Controlling
Pengawasan adalah proses penentuan apa yang dicapai, yaitu tandar, apa yang sedang dihasilkan, yaitu pelaksanaan, menilai pelaksanaan dan bilamana perlu mengambil tidakan korektif sehingga pelaksanaan dapat berjalan sesuai rencana, yaitu sesuai dengan standar.
Peran kepala sekolah dalam pengawasan adalah mengadakan penilaian untuk mengetahui sejauh mana program dilaksanakan. Melalui evaluasi akan diketahui apakah program yang direncanakan sudah berhasil atau belum, apakah telah mencapai sasaran atau belum, apakah hambatan yang terjadi dan bagaimana cara mengatasinya.
Dari paparan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa kepala sekolah sebagai manajer harus dapat mengantisipasi perubahan, memamahi dan mengatasi situasi, mengakomodasi dan mengadakan orientasi kembali.
E. KEPALA SEKOLAH SEBAGAI SUPERVISOR
Supervisi adalah kegiatan membina atau membimbing guru agar bekerja dengan betul-betul dalam mendidik dan mengajar, kepala sekolah sebagai supervisor juga membina pribadi, profesi dan pergaulan mereka sesama guru maupun personalia yang lain yang berkaitan dengan pendidikan sekolah.
Supervisi mempunyai kedudukan yang penting dalam kegiatan sekolah. Karena kegiatan sekolah mengacu pada tujuan pembentukan manusia pribadi dan individu. Supervisi adalah aktivitas menetukan kondisi/syarat-syarat yang esensial yang akan menjamin tercapainya tujuan pendidikan. Sedangkan dalam kurikulum 1984 dalam buku Pedomana Administasi dan Supervisi Pendidikan, Supervisi adalah pembinaan yang diberikan kepada seluruh staf sekolah agar mereka dapat meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan situasi belajar mengajar dengan lebih baik.
Maka dari itu tugas kepala sekolah sebagai supervsisor, harus memiliki, mencari dan menentukan syarat-syarat mana saja yang diperlukan bagi kemajuan sekolahnya. Dan meneliti syarat-syarat mana yang telah ada dan tercukupi, dan mana yang belum ada atau kurang maksimal.
supervisi yang dilaksanakan oleh kepala sekolah harus mampu melakukan berbagai pengawasan dan pengendalian untuk meningkatkan kinerja tenaga kependidikan. Pengawasan dan pengendalian ini merupakan kontrol agar kegiatan kependidikan disekolah terarah pada tujuan yang telah ditetapkan. Pengawasan dan pengendalian juga merupakan tindakan preventif untuk mencegah agar para tenaga kependidikan tidak melakukan penyimpangan dan lebih berhati-hati dalam melaksanakan pekerjaannya.
Kepala sekolah sebagai supervior harus diwujudkan dalam kemampuan menyusun, dan melaksanakan program supervisi pendidikan, serta memanfaatkan hasilnya. Kemampuan menyusun program supervise pendidikan harus diwujudkan dalam penyusunan program supervisi kelas, pengembangan supervisi untuk kegiatan eksra kurikuler, pengembangan supervisi perpustakaan, labolatorium, dan ujian.
Disamping itu, kepala sekolah sebagai supervisor harus memperhatikan perinsip-perinsip supervise, agar pelaksanaan supervise berjalan dengan efektif. Prinsip prinsip yang harus diperhatikan oleh Supervisior adalah: 1. Hubungan konsultatif, kolegial dan bukan hirarkhis, 2. Dilaksanakan secara demokratis, 3. Berpusat kepada tenaga kependidikan (guru), 4. Dilakukan berdasarkan kebutuhan tenaga kependidikan (guru), 5. Merupakan bantuan professional.
Dengan demikian, Kepala sekolah sebagai supervisior mempunyai peran dan tanggungjawab membina, memantau, dan memperbaiki proses pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan sehingga terciptanya peningkatan kualitas pembelajaran dan hasil yang memuaskan. Tanggungjawab ini dikenal dan dikategorikan sebagai tanggung jawab supervisi. Supervisi sebagai proses membantu guru guna memperbaiki dan meingkatkan pembelajaran kurikulum. Hal ini terkandung bahwa kepala sekolah adalah supervisor dalam membantu guru secara individual maupun kelompok untuk memperbaiki pengajaran dan kurikulum serta aspek lainnya.
Agar kualitas pembelajaran meningkat dan hasil yang dicapai secara optimal, maka kepala sekolah harus mampu melakukan kegiatan supervisi dengan kegiatan sebagai berikut:
1. Membimbing guru agar mereka dapat memahami secara jelas tujuan pendidikan yang hendak dicapai dan aktivitas pengajaran dalam mencapai tujuan tersebut,
2. Membimbing guru agar mereka dapat memahami lebih jelas tentang persoalan dan kebutuhan murid, serta upaya yang ditempuh dalam mengatasi persoalan tersebut,
3. Membantu guru agar dapat memahami lebih jelas masalah kesulitan belajar murid dan upaya mengatasinya,
4. Membantu agar memperoleh kecakapan mengajar yang lebih baik dengan menggunakan multi metode dalam pengajaran,
5. Menyeleksi dan memberikan tugas kepada guru sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya,
6. Membantu guru untuk memahami sumber pengalaman belajar,
7. Membantu guru untuk memahami dan menggunakan alat peraga,
8. Membantu guru untuk dapat menerapkan penilaian yang valid, reliable,dan objektif,
9. Menumbuhkan moral kerja yang tinggi kepada setiap guru,
10. Memberikan penilaian terhadap prestasi kerja guru berdasarkan standar yang telah ditetapkan,
11. Memupuk dan mengembangkan hubungan yang harmonis dan kooperatif dini kalangan guru,
12. Mengikutsertakan wali murid, tokoh masyarakat, dan stakeholder dalam menyusun program sekolah.
Dari uraian di atas kita ketahui betapa banyak dan besar tanggung jawab kepala sekolah sebagai supervisor. Oleh karena itu seperti yang dikatakan oleh Moh. Rifai, MA. untuk menjalankan tindakan-tindakan supervisi sebaikbaiknya, kepala sekolah hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Supervisi hendaknya bersifat konstruktif, yaitu pada yang dibimbing dan diawasi harus menimbulkan dorongan untuk bekerja.
2. Supervisi harus didasarkan atas keadaan dan kenyataan yang sebenarnya (realistis, mudah dilaksanakan).
3. Supervisi harus dapat memberi perasaan aman pada guru-guru/pegawai sekolah yang disupervisi.
4. Supervisi harus sederhana dan informal dalam pelaksanaannya.
5. Supervisi harus didasarkan pada hubungan profesional bukan atas dasar hubungan pribadi.
6. Supervisi harus selalu memperhitungkan kesanggupan, sikap dan mungkin prasangka guru-guru/pegawai sekolah.
7. Supervisi tidak bersifat mendesak (otoriter), karena dapat menimbulkan perasaan gelisah atau antisipasi dari guru-guru/pegawai.
8. Supervisi tidak bolah berdasarkan atas kekuasaan pangkat, kedudukan atau kekuasaan pribadi.
9. Supervisi tidak boleh bersifat mencari kesalahan dan kekurangan (ingat bahwa supervisi tidak sama dengan inspeksi).
10. Supervisi tidak boleh terlalu cepat mengharapkan hasil, dan tidak boleh lekas merasa kecewa.
11. Supervisi hendaknya juga bersifat preventif, korektif dan kooperatif.
Preventif berarti berusaha jangan sampai timbul atau terjadi hal-hal yang negatif, mengusahakan memenuhi syarat-syarat sebelum terjadi sesuatu yang tidak diharapkan. Korektif berarti mencari kesalahan-kesalahan atau kekurangankekuarangan dan usaha memperbaiki dilakukan bersama-sama oleh sipervisor dan orang-orang yang disupervisi.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kepala sekolah adalah tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah dimana diselenggarakan proses belajar-mengajar atau tempat dimana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran. Keberhasilan suatu lembaga pendidikan sangat tergantung pada kepala sekolah.
Karena itu, Dinas pendidikan telah menetapkan bahwa kepala sekolah harus mampu melaksanakan pekerjaannya sebagai edukator, manajer, administrator, dan supervisi (EMAS).
Sebagai pemimpin pendidikan, kepala sekolah memiliki sejumlah tugas dan tanggung jawab yang cukup berat. Untuk bisa menjalankan fungsinya secara optimal, kepala sekolah perlu menerapkan gaya kepemimpinan yang tepat. Sedangkan gaya-gaya kepemimpinan itu ada lima yaitu otoriter, paternalistik, karismatik, laissez faire, dan demokratis.
Sedangkan kepala sekolah selaku menejer paling tidak harus mampu melakukan empat hal yaitu yaitu planning, organizing, actuating, dan controlling (POAC).
Ada pun Kepala sekolah sebagai supervior harus diwujudkan dalam kemampuan menyusun, dan melaksanakan program supervisi pendidikan, serta memanfaatkan hasilnya. Kemampuan menyusun program supervise pendidikan harus diwujudkan dalam penyusunan program supervisi kelas, pengembangan supervisi untuk kegiatan eksra kurikuler, pengembangan supervisi perpustakaan, labolatorium, dan ujian. Disamping itu, juga harus memperhatikan perinsip-perinsip supervise agar keberhasilan dari supervise bisa tercapai.

DAFTAR PUSTAKA


Arikunto, Suharsimi. Organisasi dan Administrasi. Jakarta: Grafindo Persada,1993.

Daryanto. Administrasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, 2001.

Fatah, Nanang. Landasan Manajemen Pendidikan.Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2004.

Mulyasa, E. Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung: Rosdakarya, 2005.

Pidarta, Made. Peranan Kepala Sekolah Pada Pendidikan Dasar. Jakarta: Gramedia Widiasarna Indonesia, 1995.

Sahertian, Piet A. Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, 2000.

Sagian, Sondang P. Teori dan praktek Kepemimpinan. Jakarta: Rineka Cipta, 2003.

Wahjosumidjo. Kepemimpinan Kepala Sekolah Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005.
MAKALAH
PERAN KEPALA SEKOLAH SEBAGAI MENEJER, PEMIMPIN DAN SUPERVISOR

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Etika Profesi
Yang dibina oleh Ibu Waqi’atul Masruroh, M.Si.


Di susun Oleh:
NURUL FAIZAH
NIM: 180 811 308













SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PAMEKASAN
2011

DAFTAR ISI
BAB I
PENDUHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Suatu lembaga pendidikan tidak akan berkembang dengan baik, jika kepemimpinan kurang diperhatikan. Kepemimpinan yang efektif akan sangat menopang keberhasilan sutu lembaga pendidikan. Keberhasilan suatu lembaga pendidikan memerlukan seorang yang mampu dan tangguh dalam memimpin sebuah lembaga pendidikan. Seseorang inilah disebut dengan pemimpin pendidikan atau dalam suatu lembaga pendidikan formal disebut kepala sekolah.
Kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan mempunyai peran ganda, disamping sebagai Pemimpin, menejer, administrator ia juga sebagai supervisor. Kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan perannya sangat penting untuk membantu guru dan muridnya. Didalam kepemimpinnya kepala harus dapat memahami, mengatasi dan memperbaiki kekurangan-kekurangan yang terjadi di lingkunagn sekolah.,
Melihat pentingnya fungsi kepala sekolah, maka usaha untuk meningkatkan kinerja yang lebih tinggi bukanlah merupakan pekerjaan yang mudah bagi kepala sekolah. Karena kegiatan berlangsung sebagai proses yang tidak muncul dengan sendirinya. Pada kenyataannya banyak kepala sekolah yang sudah berupaya secara maksimal untuk meningkatkan kualitas pendidikan, salah satu caranya memotivasi para guru-guru akan memilki kinerja lebih baik tapi hasilnya masih lebih jauh dari harapan. Karena itu, dalam makalah yang cukup singkat ini, penulis akan berupaya memaparkan beberapa peranan yang harus dilakukan oleh kepala sekolah, dengan harapan akan dapat membantu meningkatkan tanggung jawabnya.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari pemaparan di atas dapat di tarik rumusan masalahnya, yaitu sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud kepala sekolah?
2. Apa saja peran dan fungsi kepala sekolah?
3. Bagimana yang semestinya dilakukan kepala sekolah jika bertindak sebagai pemimpin?
4. Bagimana yang semestinya dilakukan kepala sekolah jika bertindak sebagai menejer?
5. Bagimana yang semestinya dilakukan kepala sekolah jika bertindak sebagai supervisor?


BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN KEPALA SEKOLAH
Keberhasilan suatu lembaga pendidikan sangat tergantung pada kepemimpinan kepala sekolah. Karena kepala sekolah sebagai pemimpin dilembaganya, maka dia harus mampu membawa lembaganya kearah tercapainya tujuan yang telah ditetapkan, dia harus mampu melihat adanya perubahan serta mampu melihat masa depan dalam kehidupan globalisasi yang lebih baik. Kepala sekolah harus bertangung jawab atas kelancaran dan keberhasilan semua urusan pengaturan dan pengelolaan secara formal kepada atasannya atau informal kepada masyarakat yang telah menitipkan anak didiknya.
Kepala sekolah adalah tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah dimana diselenggarakan proses belajar-mengajar atau tempat dimana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran.
Di lembaga persekolahan, kepala sekolah atau yang lebih popular sekarang disebut sebagai ”guru yang mendapat tugas tambahan sebagai kepala sekolah”, bukanlah mereka yang kebetulan mempunyaoi nasib baik senioritas, apalagi secara kebetulan direkrut untuk menduduki posisi itu, dengan kinerja yang serba kaku dan mandul. Mereka diharapkan dapat menjadi sosok pribadi yang tangguh, handal dalam rangka pencapaian tujuan sekolah.
Dari penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwasanya posisi kepala sekolah akan menentukan arah suatu lembaga. Kepala sekolah merupakan pengatur dari program yang ada di sekolah. Karena nantinya diharapkan kepala sekolah akan membawa spirit kerja guru dan membangun kultur sekolah dalam peningkatan kualitas pembelajaran.


B. PERAN DAN FUNGSI KEPELA SEKOLAH
Dinas pendidikan telah menetapkan bahwa kepala sekolah harus mampu melaksanakan pekerjaannya sebagai edukator, manajer, administrator, dan supervisi (EMAS). Tetapi dalam perkembangannya sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan perkembangan zaman, kepala sekolah juga harus mampu berperan sebagai leader, innovator dan motivator di sekolahnya. Dengan demikian dalam paradigma baru manajemen pendidikan, kepala sekolah setidaknya harus mampu berfungsi sebagai edukator, manajer, administrator, supervisor, leader, inovator dan motivator (EMASLIM).
Perspektif kedepan menunjukkan bahwa kepala sekolah juga harus mampu berperan sebagai figur dan mediator, bagi perkembangan masyarakat dan lingkungan. Demikian pekerjaan kepala sekolah semakin hari semakin meningkat dan akan semakin meningkat sesuai dengan perkembangan pendidikan yang diharapkan.
Aswarni Sudjud, Moh. Saleh dan Tatang M Amirin dalam bukunya ”Administrator Pendidikan” menyebutkan bahwa fungsi kepala sekolah adalah sebagai berikut:
a. Perumus tujuan kerja dan pembuat kebijaksanaan sekolah.yang disebut pemimpin atau menejer.
b. Pengatur tata kerja sekolah, yang mencakup mengatur pembagian tugas dan wewenang, mengatur petugas pelaksana, menyelenggarakan kegiatan. Yakni administrator
c. Pensupervisi kegiatan sekolah, meliputi: mengatur kegiatan, mengarahkan pelaksanaan kegiatan, mengevaluasi pelaksanaan kegiatan dan membimbing dan meningkatkan kemampuan pelaksana. (supervisor).
C. KEPALA SEKOLAH SEBAGAI PEMIMPIN
Istilah kepemimpinan bukan merupakan istilah baru bagi masyarakat. Di setiap organisasi, selalu ditemukan seorang pemimpin yang menjalankan organisasi. Pemimpin berasal dari kata “leader” yang merupakan bentuk benda dari “to lead” yang berarti memimpin. Untuk memahami pengertian kepemimpinan secara jelas, maka perlu dikaji beberapa definisi yang dikemukakan para ahli kepemimpinan.
Banyak ahli yang mengemukakan pengertian kemimpinan. Feldmon mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah usaha sadar yang dilakukan pimpinan untuk mempengaruhi anggotanya melaksanakan tugas sesuai dengan harapannya. Di sisi lain, Newell mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi orang lain untuk mencapai pengembangan atau tujuan organisasi. Kedua pendapat tersebut sesuai dengan pendapat Stogdil yang mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktifitas kelompok untuk mencapai tujuan organisasi.
Berdasarkan beberapa definisi yang dikemukakan para ahli kepemimpinan tersebut, dapat digarisbawahi bahwa kepemimpinan pada dasarnya adalah suatu proses menggerakkan, mempengaruhi dan membimbing orang lain dalam rangka untuk mencapai tujuan organisasi. Ada empat unsur yang terkandung dalam pengertian kepemimpinan, yaitu unsur orang yang menggerakkan yang dikenal dengan pemimpin, unsur orang yang digerakkan yang disebut kelompok atau anggota, unsur situasi dimana aktifitas penggerakan berlangsung yang dikenal dengan organisasi, dan unsur sasaran kegiatan yang dilakukan.
Sekolah merupakan salah satu bentuk organisasi pendidikan. Kepala sekolah merupakan pemimpin pendidikan di sekolah. Jika pengertian kepemimpinan tersebut diterapkan dalam organisasi pendidikan, maka kepemimpinan pendidikan bisa diartikan sebagai suatu usaha untuk menggerakkan orang-orang yang ada dalam organisasi pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan. Hal ini sesuai dengan pendapat Nawawi yang mengemukakan bahwa kepemimpinan pendidikan adalah proses mempengaruhi, menggerakkan, memberikan motivasi, dan mengarahkan orang-orang yang ada dalam organisasi pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan.
Dalam organisasi pendidikan yang menjadi pemimpin pendidikan adalah kepala sekolah. Sebagai pemimpin pendidikan, kepala sekolah memiliki sejumlah tugas dan tanggung jawab yang cukup berat. Untuk bisa menjalankan fungsinya secara optimal, kepala sekolah perlu menerapkan gaya kepemimpinan yang tepat.
Peranan utama kepemimpinan kepala sekolah tersebut, nampak pada pernyataan-pernyataan yang dikemukakan para ahli kepemimpinan. Knezevich yang dikutip Indrafachrudi mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah sumber energi utama ketercapaian tujuan suatu organisasi. Di sisi lain, Owens juga menegaskan bahwa kualitas kepemimpinan merupakan sarana utama untuk mencapai tujuan organisasi. Untuk itu, agar kepala sekolah bisa melaksanakan tugasnya secara efektif, mutlak harus bisa menerapkan kepemimpinan yang baik.
Kemampuan yang harus diwujudkan kepala sekolah sebagai leader dapat dianalisis dari kepribadian, pengetahuan terhadap tenaga kependidikan, visi dan misi sekolah, kemampuan mengambil keputusan dan kemampuan dalam berkomunikasi.
Kepribadian kepala sekolah sebagai leader akan tercermin pada sifat-sifatnya (1) jujur, (2) percaya diri, (3) tanggung jawab, (4) berani mengambil resiko dan keputusan, (5) berjiwa besar, (6) emosi yang stabil, (7) teladan.
Pemahaman terhadap visi dan misi akan tercermin dari kemampuannya untuk: (1) mengembangkan visi sekolah, (2) mengembangkan misi sekolah, (3) melaksanakan program untuk mewujudkan visi dan misi ke dalam tindakan. Sedangkan Kemampuan mengambil keputusan akan tercermin dari kemampuannya untuk (1) berkomunikasi dengan lisan (2) menuangkan gagasan dalam bentuk lisan, (3) berkomunikasi secara lisan dengan peserta didik, (4) berkomunikasi secara lisan dengan orang tua dan masyarakat dalam lingkungan sekolah.
Sedangkan tipe-tipe kepemimpinan kepala sekolah dapat di golongkan menjadi beberapa bagian, yaitu:
a. Kepemimpinan otoriter
Kepemimpinan otoriter adalah kepemimpinan yang bertindak sebagai diktor terhadap anggota-anggota kelompoknya. Baginya memimpin adalah menggerakkan dan memaksa kelompok. Apa yang diperintahnya harus dilaksanakan secara utuh, ia bertindak sebagai penguasa dan tidak dapat dibantah sehingga orang lain harus tunduk kepada kekuasaanya. Ia menggunakan ancaman dan hukuman untuk menegakkan kepemimpinannya. Kepemimpian otoriter hanya akan menyebabkan ketidakpuasan dikalangan guru.
b. Kepemimpinan paternalistic
Tipe kepemimpinan ini banyak terdapat dilingkungan masyarakat yang masih bersifat tradisional. Salah satu cirri dari kepemimpinan demikian ialah rasa hormat yang tinggi yang ditujukan oleh para agnggotanya kepada yang dituakan (pemimpinnya). Ketergantungan hidup bawahnnya berada pada pemimpinnya itu.
Para bawahannya biasanya mengharapkan para pemimpin paternalistic mempunyai sifat kebapak-an, yang tidak mementingakan diri sendiri melainkan memberikan perhatian kepada bawahannya. Akan tetapi pemimpin yang paternalistic mengharapkan bahwa kehadiran / keberadaan dari organisasi tidak lagi dipertanyakan oleh orang lain.
c. Kepemimpinan karismatik
Literatur yang ada tentang kepemimpinan tidak memberikan petunjuk yang cukup bagi penulis untuk melakukan analisis tentang kepemimpinan yang karismatik. Artinya tidak banyak hal yang dapat disimak dari literature yang ada tentang kreteria kepemimpinan yang karismatik itu.
Memang ada ada karakteristiknya yang khas yaitu daya tarik ayang sangat memikat sehingga mampu memperoleh pengikut atau dukungan yang jumlahnya kadang-kadang sangat besar.
Tegasnya seorang pemimpin yang karismatik adalah orang yang dikagumi oleh banyak pengikut meskipun para pengikut tersebut tidak selalu dapat menjelaskan secara konkret mengapa orang tertentu itu dikagumi.
d. kepemimpinan Laissez Faire
Bentuk kepemimpinan ini merupakan kebalikan dari kepemimpinan otoriter. Yang mana kepemimpinan laissez faire menitik beratkan kepada kebebasan bawahan untuk melakukan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Pemimpin lasses faire banyak memberikan kebebasan kepada personil untuk menentukan sendiri kebijaksanaan dalam melaksanakan tugas, tidak ada pengawasan dan sedikit sekali memberikan pengarahan kepada personilnya.
Kepemimpinan Laissez Faire tidak dapat diterapkan secara resmi di lembaga pendidikan, kepemimpinan laissez faire dapat mengakibatkan kegiatan yang dilakuakn tidak terarah, perwujudan kerja simpang siur, wewenang dan tanggungjawab tidak jelas, yang akhirnya apa yang menjadi tujuan pendidikan tidak tercapai.
e. Kepemimpinan Demokratis.
Bentuk kepemimpinan demokratis menempatkan manusia atau personilnya sebagai factor utama dan terpenting. Hubungan antara pemimpin dan orang-orang yang dipimpin atau bawahannya diwujudkan dalam bentuk human relationship atas dasar prinsip saling harga-menghargai dan hormat-menghormati.
Dalam melaksanakan tugasnya, pemimpin demokratis mau menerima dan bahkan mengharapkan pendapat dan saran-saran dari bawahannya, juga kritik-kritik yang membangun dari anggota diterimanya sebagai umpan balik atau dijadikan bahan pertimbangan kesanggupan dan kemampuan kelompoknya. Kepemimpinan demokratis adalah kepemimpinan yang aktif, dinamis, terarah yang berusaha memanfaatkan setiap personil untuk kemajuan dan perkembangan organisasi pendidikan.
Sedangkan Peranan kepemimpinan kepala sekolah dalam pendidikan, yaitu kepala sekolah harus mampu berperan yaitu sebagai berikut:
a) Peran yang bertalian dengan tujuan yang hendak dicapai
• Pemimpin berperan memikirkan dan merumuskan dengan teliti tujuan kelompok serta menjelaskan supaya anggota dapat berkerjasama mencapai tujuan itu.
• Pemimpin berperan memberi dorongan kepada anggota-anggota kelompok untuk menganalisis situasi supaya dapat dirumuskan rencana kegiatan kepemimpinan yang dapat memberi harapan baik.
• Pemimpin berperan membantu anggota kelompok dalam memberikan keterangan yang perlu supaya dapat mengadakan pertimbangan yang sehat.
• Pemimpin berperan menggunakan kesempatan dan minat khusus anggota kelompok.
b) Peran yang bertalian dengan suasana pekerjaan yang sehat dan menyenangkan
• Pemimpin berperan memupuk dan memelihara kebersamaan di dalam kelompok.
• Pemimpin berperan mengusahakan suatu tempat bekerja yang menyenangkan, sehingga dapat dipupuk kegembiraan dan semangat bekerja dalam pelaksanaan tugas.
• Pemimpin dapat berperan menanamkan dan memupuk perasaan para anggota bahwa mereka termasuk dalam kelompok dan merupakan bagian dari kelompok.
Adapun syarat-syarat yang harus dimiliki oleh kepala sekolah sebagai pemimpin adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kesehatan jasmaniah dan rohaniah yang baik.
b. Berpegang teguh pada tujuan yang hendak dicapai.
c. Bersemangat
d. Jujur
e. Cakap dalam memberi bimbingan
f. Cepat serta bijaksana dalam mengambil keputusan
g. Cerdas
h. Cakap dalam hal mengajar dan menaruh kepercayaan kepada yang baik dan berusaha mencapainya
D. KEPALA SEKOLAH SEBAGAI MENEJER
Manajemen pada hakekatnya adalah suatu proses merencanakan, melembagakan, melaksanakan, memimpin dan mengendalikan usaha para anggota lembaga serta mendayagunakan seluruh sumber-sumber daya lembaga dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Berdasarkan definisi tersebut, seorang manajer (kepala sekolah) pada hakekatnya adalah seorang perencana, organisator, pemimpin, dan pengendali. Keberadaan manajer pada suatu organisasi (sekolah) sangat diperlukan, sebab organisasi sebagai alat mencapai tujuan organisasi.
Menurut GR Terry, proses manajemen ditempuh melalui empat tahapan, yaitu planning, organizing, actuating, dan controlling (POAC).
1. Planning.
Perencanaan pada hakekatnya adalah aktifitas pengambilan keputusan tentang sasaran (objectives) apa yang akan dicapai, tindakan apa yang akan diambil dalam rangka mencapai tujuan dan siapa yang akan melaksanakan tugas-tugas tersebut. Menurut Roger A. Kauffman perencanaan adalah proses penentuan tujuan atau sasaran yang hendak dicapai dan menetapkan jalan dan sumber yang diperlukan untuk mencapai tujuan seefektif dan seefisien mungkin.
Dengan demikian perencanaan pendidikan adalah keputusan yang diambil untuk melakukan tindakan sesuai dengan jangka waktu perencanaan agar penyelenggaraan system pendidikan menjadi lebih efektif dan efisien, serta menghasilkan lulusan yang bermutu, dan relevan dengan kebutuhan pembangunan.
2. Organizing
Pengorganisasian sebagai proses membagi kerja ke dalam tugas-tugas yang lebih kecil, membebankan tugas-tugas itu kepada orang yang sesuai dengan kemampuannya, dan mengalokasikan sumber daya, serta mengkoordinasikannya dalam rangka efektivitas pencapaian tujuan organisasi.
Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa dalam fungsi pengorganisasian itu terdapat adanya sekelompok orang yang bekerja sama, adanya tujuan tertentu yang hendak dicapai, adanya pekerjaan yang akan dikerjakan, adanya pembagian tugas yang disusun oleh pimpinan, mengelompokkan kegiatan, menyediakan ala-alat yang dibutuhkan untuk aktivitas organisasi, adanya pendelegasian wewenang antara atasan dan bawahan, sampai pada pembuatan struktur organisasi yang efektif dan efisien.
3. Actuating (penggerakan)
Terry (1978) memberikan definisi penggerakan: Berarti, penggerakan adalah membuat semua anggota kelompok agar mau bekerja sama secara ikhlas serta bergairah untuk mencapai tujuan organisasi sesuai dengan perencanaan dan usaha-usaha pengorganisasian
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa penggerakan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pimpinan untuk membimbing, mengarahkan, dan mengatur bawahan yang telah diberikan tugas dalam melakukan suatu kegiatan secara efektif dan efisien agar diperoleh suatu hasil yang optimal.
4. Controlling
Pengawasan adalah proses penentuan apa yang dicapai, yaitu tandar, apa yang sedang dihasilkan, yaitu pelaksanaan, menilai pelaksanaan dan bilamana perlu mengambil tidakan korektif sehingga pelaksanaan dapat berjalan sesuai rencana, yaitu sesuai dengan standar.
Peran kepala sekolah dalam pengawasan adalah mengadakan penilaian untuk mengetahui sejauh mana program dilaksanakan. Melalui evaluasi akan diketahui apakah program yang direncanakan sudah berhasil atau belum, apakah telah mencapai sasaran atau belum, apakah hambatan yang terjadi dan bagaimana cara mengatasinya.
Dari paparan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa kepala sekolah sebagai manajer harus dapat mengantisipasi perubahan, memamahi dan mengatasi situasi, mengakomodasi dan mengadakan orientasi kembali.
E. KEPALA SEKOLAH SEBAGAI SUPERVISOR
Supervisi adalah kegiatan membina atau membimbing guru agar bekerja dengan betul-betul dalam mendidik dan mengajar, kepala sekolah sebagai supervisor juga membina pribadi, profesi dan pergaulan mereka sesama guru maupun personalia yang lain yang berkaitan dengan pendidikan sekolah.
Supervisi mempunyai kedudukan yang penting dalam kegiatan sekolah. Karena kegiatan sekolah mengacu pada tujuan pembentukan manusia pribadi dan individu. Supervisi adalah aktivitas menetukan kondisi/syarat-syarat yang esensial yang akan menjamin tercapainya tujuan pendidikan. Sedangkan dalam kurikulum 1984 dalam buku Pedomana Administasi dan Supervisi Pendidikan, Supervisi adalah pembinaan yang diberikan kepada seluruh staf sekolah agar mereka dapat meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan situasi belajar mengajar dengan lebih baik.
Maka dari itu tugas kepala sekolah sebagai supervsisor, harus memiliki, mencari dan menentukan syarat-syarat mana saja yang diperlukan bagi kemajuan sekolahnya. Dan meneliti syarat-syarat mana yang telah ada dan tercukupi, dan mana yang belum ada atau kurang maksimal.
supervisi yang dilaksanakan oleh kepala sekolah harus mampu melakukan berbagai pengawasan dan pengendalian untuk meningkatkan kinerja tenaga kependidikan. Pengawasan dan pengendalian ini merupakan kontrol agar kegiatan kependidikan disekolah terarah pada tujuan yang telah ditetapkan. Pengawasan dan pengendalian juga merupakan tindakan preventif untuk mencegah agar para tenaga kependidikan tidak melakukan penyimpangan dan lebih berhati-hati dalam melaksanakan pekerjaannya.
Kepala sekolah sebagai supervior harus diwujudkan dalam kemampuan menyusun, dan melaksanakan program supervisi pendidikan, serta memanfaatkan hasilnya. Kemampuan menyusun program supervise pendidikan harus diwujudkan dalam penyusunan program supervisi kelas, pengembangan supervisi untuk kegiatan eksra kurikuler, pengembangan supervisi perpustakaan, labolatorium, dan ujian.
Disamping itu, kepala sekolah sebagai supervisor harus memperhatikan perinsip-perinsip supervise, agar pelaksanaan supervise berjalan dengan efektif. Prinsip prinsip yang harus diperhatikan oleh Supervisior adalah: 1. Hubungan konsultatif, kolegial dan bukan hirarkhis, 2. Dilaksanakan secara demokratis, 3. Berpusat kepada tenaga kependidikan (guru), 4. Dilakukan berdasarkan kebutuhan tenaga kependidikan (guru), 5. Merupakan bantuan professional.
Dengan demikian, Kepala sekolah sebagai supervisior mempunyai peran dan tanggungjawab membina, memantau, dan memperbaiki proses pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan sehingga terciptanya peningkatan kualitas pembelajaran dan hasil yang memuaskan. Tanggungjawab ini dikenal dan dikategorikan sebagai tanggung jawab supervisi. Supervisi sebagai proses membantu guru guna memperbaiki dan meingkatkan pembelajaran kurikulum. Hal ini terkandung bahwa kepala sekolah adalah supervisor dalam membantu guru secara individual maupun kelompok untuk memperbaiki pengajaran dan kurikulum serta aspek lainnya.
Agar kualitas pembelajaran meningkat dan hasil yang dicapai secara optimal, maka kepala sekolah harus mampu melakukan kegiatan supervisi dengan kegiatan sebagai berikut:
1. Membimbing guru agar mereka dapat memahami secara jelas tujuan pendidikan yang hendak dicapai dan aktivitas pengajaran dalam mencapai tujuan tersebut,
2. Membimbing guru agar mereka dapat memahami lebih jelas tentang persoalan dan kebutuhan murid, serta upaya yang ditempuh dalam mengatasi persoalan tersebut,
3. Membantu guru agar dapat memahami lebih jelas masalah kesulitan belajar murid dan upaya mengatasinya,
4. Membantu agar memperoleh kecakapan mengajar yang lebih baik dengan menggunakan multi metode dalam pengajaran,
5. Menyeleksi dan memberikan tugas kepada guru sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya,
6. Membantu guru untuk memahami sumber pengalaman belajar,
7. Membantu guru untuk memahami dan menggunakan alat peraga,
8. Membantu guru untuk dapat menerapkan penilaian yang valid, reliable,dan objektif,
9. Menumbuhkan moral kerja yang tinggi kepada setiap guru,
10. Memberikan penilaian terhadap prestasi kerja guru berdasarkan standar yang telah ditetapkan,
11. Memupuk dan mengembangkan hubungan yang harmonis dan kooperatif dini kalangan guru,
12. Mengikutsertakan wali murid, tokoh masyarakat, dan stakeholder dalam menyusun program sekolah.
Dari uraian di atas kita ketahui betapa banyak dan besar tanggung jawab kepala sekolah sebagai supervisor. Oleh karena itu seperti yang dikatakan oleh Moh. Rifai, MA. untuk menjalankan tindakan-tindakan supervisi sebaikbaiknya, kepala sekolah hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Supervisi hendaknya bersifat konstruktif, yaitu pada yang dibimbing dan diawasi harus menimbulkan dorongan untuk bekerja.
2. Supervisi harus didasarkan atas keadaan dan kenyataan yang sebenarnya (realistis, mudah dilaksanakan).
3. Supervisi harus dapat memberi perasaan aman pada guru-guru/pegawai sekolah yang disupervisi.
4. Supervisi harus sederhana dan informal dalam pelaksanaannya.
5. Supervisi harus didasarkan pada hubungan profesional bukan atas dasar hubungan pribadi.
6. Supervisi harus selalu memperhitungkan kesanggupan, sikap dan mungkin prasangka guru-guru/pegawai sekolah.
7. Supervisi tidak bersifat mendesak (otoriter), karena dapat menimbulkan perasaan gelisah atau antisipasi dari guru-guru/pegawai.
8. Supervisi tidak bolah berdasarkan atas kekuasaan pangkat, kedudukan atau kekuasaan pribadi.
9. Supervisi tidak boleh bersifat mencari kesalahan dan kekurangan (ingat bahwa supervisi tidak sama dengan inspeksi).
10. Supervisi tidak boleh terlalu cepat mengharapkan hasil, dan tidak boleh lekas merasa kecewa.
11. Supervisi hendaknya juga bersifat preventif, korektif dan kooperatif.
Preventif berarti berusaha jangan sampai timbul atau terjadi hal-hal yang negatif, mengusahakan memenuhi syarat-syarat sebelum terjadi sesuatu yang tidak diharapkan. Korektif berarti mencari kesalahan-kesalahan atau kekurangankekuarangan dan usaha memperbaiki dilakukan bersama-sama oleh sipervisor dan orang-orang yang disupervisi.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kepala sekolah adalah tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah dimana diselenggarakan proses belajar-mengajar atau tempat dimana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran. Keberhasilan suatu lembaga pendidikan sangat tergantung pada kepala sekolah.
Karena itu, Dinas pendidikan telah menetapkan bahwa kepala sekolah harus mampu melaksanakan pekerjaannya sebagai edukator, manajer, administrator, dan supervisi (EMAS).
Sebagai pemimpin pendidikan, kepala sekolah memiliki sejumlah tugas dan tanggung jawab yang cukup berat. Untuk bisa menjalankan fungsinya secara optimal, kepala sekolah perlu menerapkan gaya kepemimpinan yang tepat. Sedangkan gaya-gaya kepemimpinan itu ada lima yaitu otoriter, paternalistik, karismatik, laissez faire, dan demokratis.
Sedangkan kepala sekolah selaku menejer paling tidak harus mampu melakukan empat hal yaitu yaitu planning, organizing, actuating, dan controlling (POAC).
Ada pun Kepala sekolah sebagai supervior harus diwujudkan dalam kemampuan menyusun, dan melaksanakan program supervisi pendidikan, serta memanfaatkan hasilnya. Kemampuan menyusun program supervise pendidikan harus diwujudkan dalam penyusunan program supervisi kelas, pengembangan supervisi untuk kegiatan eksra kurikuler, pengembangan supervisi perpustakaan, labolatorium, dan ujian. Disamping itu, juga harus memperhatikan perinsip-perinsip supervise agar keberhasilan dari supervise bisa tercapai.

DAFTAR PUSTAKA


Arikunto, Suharsimi. Organisasi dan Administrasi. Jakarta: Grafindo Persada,1993.

Daryanto. Administrasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, 2001.

Fatah, Nanang. Landasan Manajemen Pendidikan.Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2004.

Mulyasa, E. Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung: Rosdakarya, 2005.

Pidarta, Made. Peranan Kepala Sekolah Pada Pendidikan Dasar. Jakarta: Gramedia Widiasarna Indonesia, 1995.

Sahertian, Piet A. Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, 2000.

Sagian, Sondang P. Teori dan praktek Kepemimpinan. Jakarta: Rineka Cipta, 2003.

Wahjosumidjo. Kepemimpinan Kepala Sekolah Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005.
MAKALAH
POLA UMUM BK DI SEKOLAH
(BK POLA 17)

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Bimbingan dan Konseling
Yang dibina oleh Bapak Farid Firmansah, SE, MM.


Di susun Oleh:
NURUL FAIZAH
NIM: 180 811 308













SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PAMEKASAN
2011

DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
B. Rumusan masalah
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Bimbingan dan Konseling
B. Sejarah singkat BK 17
1. Sejarah bimbingan dan konseling
2. Pra lahirnya BK 17
3. Lahirnya pola 17
C. Prinsip-prinsip BK 17
D. Asas-asa BK 17
E. Bidang-bidang BK
F. Tehnik dan pendekatan BK 17
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Hampir setiap sekolah, terdapat guru bimbingan konseling (BK). Tetapi Tidak semua guru BK lulusan program studi bimbingan konseling. Padahal guru bimbingan dan konseling memiliki tugas yang sama dengan guru bidang studi lainnya, yaitu meningkatkan mutu pendidikan.
Tujuan bimbingan dan konseling sama dengan tujuan pendidikan nasional, yaitu mengenal lingkungan, meningkatkan mutu pendidikan serta mampu merancang masa depan agar menjadi manusia yang hidup bahagia dunia akherat
Peserta didik dikatakan memiliki kemampuan memahami dirinya, jika mampu menunjukkan kemampuan, kekuatan dan kelemahan, bakat, minat, karakter pribadi lainnya.
Dengan demikian, keberadaan Bimbingan dan konseling sangat dibutuhkan agar peserta didik mampu mengenal, menerima diri sendiri, lingkungan secara positif dan dinamis. Supaya mampu mengambil keputusan, mengamalkan dan mewujudkan diri sendiri secara efektif dan produktif.
Eksistensi guru BK sangat diperlukan, melihat permasalahan yang dihadapi semakin kompleks, baik lingkup internasional, regional maupun nasional. Dalam era globalisasi dampak dari itu semua akan sangat berpengaruh terhadap peserta didik.
Untuk mewujudkan cita-cita yang luhur dan suci ini tidak sedikit rintangan atau kendala-kendala yang menghalangi. Terutama dengan meningkatnya era globalisasi yang cukup pesat. Siswa harus bisa menyesuaikan diri dengan tuntutan kemajuan zaman. Dari sinilah siswa akan mengalami berbagai masalah yang timbul dalam dirinya, baik masalah pendidikan, masalah sosial, masalah pribadi dan sebagainya.
Guru BK setidaknya lebih memahami bagaimana penanganan yang efektif untuk dilakukan kepada peserta didiknya. Karena itu dalam makalah yang cukup singkat ini akan di paparkan pola BK 17 sebagai upaya menanggulangi berbagai masalah yang semakin kompleks itu, serta mewujudkan cita-cita pendidikan tersebut di atas.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang yang tersebut di atas dapat ditarik rumusan masalahnya sebagai berikut:
1. Apa maksud Bimbingan dan Konseling?
2. Bagimana sejarah singkat lahirnya BK pola 17?
3. Apa saja perinsip-perinsip BK pola 17?
4. Seperti apa asas-asas BK 17?
5. Apa saja bidang-bidang BK 17?
6. Bagaimana tekhnik dan pendekatan BK 17?

BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN BIMBINGAN DAN KONSELING
Pada dasarnya, bimbingan merupakan pembimbing untuk membantu mengoptimalkan individu. Bimbingan merupakan suatu alat untuk mendewasakan anak. Konseling adalah upaya membantu individu melalui proses interaksi yang bersifat pribadi antara konselor dan konseli mampu memahami diri dan lingkungannya, mampu membuat keputusan dan menentukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya sehingga konseli merasa bahagia dan efektif perilakunya.
Bimbingan dan konseling adalah suatu proses pemberian bantuan kepada seseorang dan atau sekelompok orang yang bertujuan agar masing-masing individu mampu mengembangkan dirinya secara optimal, sehingga dapat mandiri dan atau mengambil keputusan secara bertanggungjawab.
B. SEJARAH SINGKAT BK 17
1. Sejarah bimbingan dan konseling
Sejarah lahirnya Bimbingan dan Konseling di Indonesia diawali dari dimasukkannya Bimbingan dan Konseling (dulunya Bimbingan dan Penyuluhan) pada setting sekolah. Pemikiran ini diawali sejak tahun 1960. Hal ini merupakan salah satu hasil Konferensi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (disingkat FKIP, yang kemudian menjadi IKIP) di Malang tanggal 20 – 24 Agustus 1960. Perkembangan berikutnya tahun 1964 IKIP Bandung dan IKIP Malang mendirikan jurusan Bimbingan dan Penyuluhan.
Tahun 1971 beridiri Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) pada delapan IKIP yaitu IKIP Padang, IKIP Jakarta, IKIP Bandung, IKIP Yogyakarta, IKIP Semarang, IKIP Surabaya, IKIP Malang, dan IKIP Menado. Melalui proyek ini Bimbingan dan Penyuluhan dikembangkan, juga berhasil disusun “Pola Dasar Rencana dan Pengembangan Bimbingan dan Penyuluhan “pada PPSP. Lahirnya Kurikulum 1975 untuk Sekolah Menengah Atas didalamnya memuat Pedoman Bimbingan dan Penyuluhan.
Tahun 1978 diselenggarakan program PGSLP dan PGSLA Bimbingan dan Penyuluhan di IKIP (setingkat D2 atau D3) untuk mengisi jabatan Guru Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah yang sampai saat itu belum ada jatah pengangkatan guru BP dari tamatan S1 Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan. Pengangkatan Guru Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah mulai diadakan sejak adanya PGSLP dan PGSLA Bimbingan dan Penyuluhan. Keberadaan Bimbingan dan Penyuluhan secara legal formal diakui tahun 1989 dengan lahirnya SK Menpan No 026/Menp an/1989 tentang Angka Kredit bagi Jabatan Guru dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Di dalam Kepmen tersebut ditetapkan secara resmi adanya kegiatan pelayanan bimbingan dan penyuluhan di sekolah. Akan tetapi pelaksanaan di sekolah masih belum jelas seperti pemikiran awal untuk mendukung misi sekolah dan membantu peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan mereka.Sampai tahun 1993 pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah tidak jelas, parahnya lagi pengguna terutama orang tua murid berpandangan kurang bersahabat dengan BP.
Muncul anggapan bahwa anak yang ke BP identik dengan anak yang bermasalah, kalau orang tua murid diundang ke sekolah oleh guru BP dibenak orang tua terpikir bahwa anaknya di sekolah mesti bermasalah atau ada masalah. Hingga lahirnya SK Menpan No. 83/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya yang di dalamnya termuat aturan tentang Bimbingan dan Konseling di sekolah. Ketentuan pokok dalam SK Menpan itu dijabarkan lebih lanjut melalui SK Mendikbud No 025/1995 sebagai petunjuk pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Di Dalam SK Mendikbud ini istilah Bimbingan dan Penyuluhan diganti menjadi Bimbingan dan Konseling di sekolah dan dilaksanakan oleh Guru Pembimbing. Di sinilah pola pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di sekolah mulai jelas.
2. Pra lahirnya BK 17
Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah diselenggarakan dengan pola yang tidak jelas, ketidak jelasan pola yang harus diterapkan berdampak pada buruknya citra bimbingan dan konseling, sehingga melahirkan miskonsepsi terhadap pelaksanaan BK, munculnya persepsi negatif terhadap pelaksanaan BK, berbagai kritikan muncul sebagai wujud kekecewaan atas kinerja Guru Pembimbing sehingga terjadi kesalahpahaman, persepsi negatif dan miskonsepsi berlarut.
Masalah menggejala diantaranya: konselor sekolah dianggap polisi sekolah, BK dianggap semata-mata sebagai pemberian nasehat, BK dibatasi pada menangani masalah yang insidental, BK dibatasi untuk klien-klien tertentu saja, BK melayani ”orang sakit” dan atau ”kurang normal”, BK bekerja sendiri, konselor sekolah harus aktif sementara pihak lain pasif, adanya anggapan bahwa pekerjaan BK dapat dilakukan oleh siapa saja, pelayanan BK berpusat pada keluhan pertama saja, menganggap hasil pekerjaan BK harus segera dilihat, menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien, memusatkan usaha BK pada penggunaan instrumentasi BK (tes, inventori, kuesioner dan lain-lain) dan BK dibatasi untuk menangani masalah-masalah yang ringan saja.
Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah diselenggarakan dengan pola yang tidak jelas, ketidak jelasan pola yang harus diterapkan disebabkan diantaranya oleh hal-hal sebagai berikut :
 Belum adanya hukum
Sejak Konferensi di Malang tahun 1960 sampai dengan munculnya Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan di IKIP Bandung dan IKIP Malang tahun 1964, fokus pemikiran adalah mendesain pendidikan untuk mencetak tenaga-tenaga BP di sekolah. Tahun 1975 Konvensi Nasional Bimbingan I di Malang berhasil menelurkan keputusan penting diantaranya terbentuknya Organisasi bimbingan dengan nama Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI). Melalui IPBI inilah kelak yang akan berjuang untuk memperolah Payung hukum pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah menjadi jelas arah kegiatannya.
 Semangat luar biasa untuk melaksanakan
BP di sekolah Lahirnya SK Menpan No. 026/Menpan/1989 tentang Angka Kredit bagi Jabatan Guru dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Merupakan angin segar pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah. Semangat yang luar biasa untuk melaksanakan ini karena di sana dikatakan “Tugas guru adalah mengajar dan/atau membimbing.” Penafsiran pelaksanaan ini di sekolah dan didukung tenaga atau guru pembimbing yang berasal dari lulusan Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan atau Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan (sejak tahun 1984/1985) masih kurang, menjadikan pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah tidak jelas.
Lebih-lebih lagi dilaksanakan oleh guru-guru yang ditugasi sekolah berasal dari guru yang senior atau mau pensiun, guru yang kekurangan jam mata pelajaran untuk memenuhi tuntutan angka kreditnya. Pengakuan legal dengan SK Menpan tersebut menjadi jauh arahnya terutama untuk pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah.
 Belum ada aturan main yang jelas
Apa, mengapa, untuk apa, bagaimana, kepada siapa, oleh siapa, kapan dan di mana pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan dilaksanakan juga belum jelas. Oleh siapa bimbingan dan penyuluhan dilaksanakan, di sekolah banyak terjadi diberikan kepada guru-guru senior, guru-guru yang mau pensiun, guru mata pelajaran yang kurang jam mengajarnya untuk memenuhi tuntutan angka kreditnya. Guru-guru ini jelas sebagian besar tidak menguasai dan memang tidak dipersiapkan untuk menjadi Guru Pembimbing. Kesan yang tertangkap di masyarakat terutama orang tua murid Bimbingan Penyuluhan tugasnya menyelesaikan anak yang bermasalah.
Sehingga ketika orang tua dipanggil ke sekolah apalagi yang memanggil Guru Pembimbing, orang tua menjadi malu, dan dari rumah sudah berpikir ada apa dengan anaknya, bermasalah atau mempunyai masalah apakah Dari segi pengawasan, juga belum jelas arah dan pelaksanaan pengawasannya.
Selain itu dengan pola yang tidak jelas tersebut mengakibatkan:
1. Guru BP (sekarang Konselor Sekolah) belum mampu mengoptimalisasikan tugas dan fungsinya dalam memberikan pelayanan terhadap siswa yang menjadi tanggungjawabnya. Yang terjadi malah guru pembimbing ditugasi mengajarkan salah satu mata pelajaran seperti Bahasa Indonesia, Kesenian, dsb.nya.
2. Guru Pembimbing merangkap pustakawan, pengumpul dan pengolah nilai siswa dalam kelas-kelas tertentu serta berfungsi sebagai guru piket dan guru pengganti bagi guru mata pelajaran yang berhalangan hadir.
3. Guru Pembimbing ditugasi sebagai “polisi sekolah” yang mengurusi dan menghakimi para siswa yang tidak mematuhi peraturan sekolah seperti terlambat masuk, tidak memakai pakaian seragam atau baju yang dikeluarkan dari celana atau rok.
4. Kepala Sekolah tidak mampu melakukan pengawasan, karena tidak memahami program pelayanan serta belum mampu memfasilitasi kegiatan layanan bimbingan di sekolahnya,
5. Terjadi persepsi dan pandangan yang keliru dari personil sekolah terhadap tugas dan fungsi guru pembimbing, sehingga tidak terjalin kerja sama sebagaimana yang diharapkan dalam organisasi bimbingan dan konseling.Kondisi-kondisi seperti di atas, nyaris terjadi pada setiap sekolah di Indonesia

3. Lahirnya pola 17
SK Mendikbud No. 025/1995 sebagai petunjuk pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya terdapat hal-hal yang substansial, khususnya yang menyangkut bimbingan dan konseling adalah :
1. Istilah “bimbingan dan penyuluhan” secara resmi diganti menjadi “bimbingan dan konseling.”
2. Pelaksana bimbingan dan konseling di sekolah adalah guru pembimbing, yaitu guru yang secara khusus ditugasi untuk itu. Dengan demikian bimbingan dan konseling tidak dilaksanakan oleh semua guru atau sembarang guru.
3. Guru yang diangkat atau ditugasi untuk melaksanakan kegiatan bimbingan dan konseling adalah mereka yang berkemampuan melaksanakan kegiatan tersebut; minimum mengikuti penataran bimbingan dan konseling selama 180 jam.
4. Kegiatan bimbingan dan konseling dilaksanakan dengan pola yang jelas : a. Pengertian, tujuan, fungsi, prinsip dan asas-asasnya. b. Bidang bimbingan : bimbingan pribadi, sosial, belajar dan karir c. Jenis layanan : layanan orientasi, informasi, penempatan/penyaluran, pembelajaran, konseling perorangan, bimbingan kelompok dan konseling kelompok.d. Kegiatan pendukung : instrumentasi, himpunan data, konferensi kasus, kunjungan rumah dan alih tangan kasus. Unsur-unsur di atas (nomor 4) membentuk apa yang kemudian disebut “BK Pola-17”
5 Setiap kegiatan bimbingan dan konseling dilaksanakan melalui tahap :a. Perencanaan kegiatanb. Pelaksanaan kegiatanc. Penilaian hasil kegiatand. Analisis hasil penilaiane. Tindak lanjut
6. Kegiatan bimbingan dan konseling dilaksanakan di dalam dan di luar jam kerja sekolah. Hal-hal yang substansial di atas diharapkan dapat mengubah kondisi tidak jelas yang sudah lama berlangsung sebelumnya.

Langkah konkrit diupayakan seperti :
1. Pengangkatan guru pembimbing yang berlatar belakang pendidikan bimbingan dan konseling.
2. Penataran guru-guru pembimbing tingkat nasional, regional dan lokal mulai dilaksanakan.
3. Penyususnan pedoman kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah, seperti: a. Buku teks bimbingan dan konseling. b. Buku panduan pelaksanaan menyeluruh bimbingan dan konseling di sekolah. c. Panduan penyusunan program bimbingan dan konseling. d. Panduan penilaian hasil layanan bimbingan dan konseling. e. Panduan pengelolaan bimbingan dan konseling di sekolah.
4. Pengembangan instrumen bimbingan dan konseling
5. Penyusunan pedoman Musyawarah Guru Pembimbing (MGP) Dengan SK Mendikbud No 025/1995 khususnya yang menyangkut bimbingan dan konseling sekarang menjadi jelas : istilah yang digunakan bimbingan dan konseling, pelaksananya guru pembimbing atau guru yang sudah mengikuti penataran bimbingan dan konseling selama 180 jam, kegiatannya dengan BK Pola-17, pelaksanaan kegiatan melalui tahap perencanaan, pelaksanaan, penilaian, analisis penilaian dan tindak lanjut. Pelaksanaan kegiatan bisa di dalam dan luar jam kerja. Peningkatan profesionalisme guru pembimbing melalui Musyawarah Guru Pembimbing, dan guru pembimbing juga bisa mendapatkan buku teks dan buku panduan.
C. PERINSIP BK 17
Terdapat beberapa prinsip dasar yang dipandang sebagai fundasi atau landasan bagi pelayanan bimbingan dan konseling pola 17, yaitu:
1. Bimbingan dan konseling diperuntukkan bagi semua konseli.
Prinsip ini berarti bahwa bimbingan diberikan kepada semua konseli atau konseli, baik yang tidak bermasalah maupun yang bermasalah; baik pria maupun wanita; baik anak-anak, remaja, maupun dewasa. Dalam hal ini pendekatan yang digunakan dalam bimbingan lebih bersifat preventif dan pengembangan dari pada penyembuhan (kuratif); dan lebih diutamakan teknik kelompok dari pada perseorangan (individual).
2. Bimbingan dan konseling sebagai proses individuasi.
Setiap konseli bersifat unik (berbeda satu sama lainnya), dan melalui bimbingan konseli dibantu untuk memaksimalkan perkembangan keunikannya tersebut. Prinsip ini juga berarti bahwa yang menjadi fokus sasaran bantuan adalah konseli, meskipun pelayanan bimbingannya menggunakan teknik kelompok.
3. Bimbingan menekankan hal yang positif.
Dalam kenyataan masih ada konseli yang memiliki persepsi yang negatif terhadap bimbingan, karena bimbingan dipandang sebagai satu cara yang menekan aspirasi. Sangat berbeda dengan pandangan tersebut, bimbingan sebenarnya merupakan proses bantuan yang menekankan kekuatan dan kesuksesan, karena bimbingan merupakan cara untuk membangun pandangan yang positif terhadap diri sendiri, memberikan dorongan, dan peluang untuk berkembang.
4. Bimbingan dan konseling Merupakan Usaha Bersama.
Bimbingan bukan hanya tugas atau tanggung jawab konselor, tetapi juga tugas guru-guru dan kepala Sekolah/Madrasah sesuai dengan tugas dan peran masing-masing. Mereka bekerja sebagai teamwork.
5. Pengambilan Keputusan Merupakan Hal yang Esensial dalam Bimbingan dan konseling.
Bimbingan diarahkan untuk membantu konseli agar dapat melakukan pilihan dan mengambil keputusan. Bimbingan mempunyai peranan untuk memberikan informasi dan nasihat kepada konseli, yang itu semua sangat penting baginya dalam mengambil keputusan. Kehidupan konseli diarahkan oleh tujuannya, dan bimbingan memfasilitasi konseli untuk memper-timbangkan, menyesuaikan diri, dan menyempurnakan tujuan melalui pengambilan keputusan yang tepat. Kemampuan untuk membuat pilihan secara tepat bukan kemampuan bawaan, tetapi kemampuan yang harus dikembangkan. Tujuan utama bimbingan adalah mengembangkan kemampu-an konseli untuk memecahkan masalahnya dan mengambil keputusan.
6. Bimbingan dan konseling Berlangsung dalam Berbagai Setting (Adegan) Kehidupan.
Pemberian pelayanan bimbingan tidak hanya berlangsung di Sekolah/ Madrasah, tetapi juga di lingkungan keluarga, perusahaan/industri, lembaga-lembaga pemerintah / swasta, dan masyarakat pada umumnya. Bidang pelayanan bimbingan pun bersifat multi aspek, yaitu meliputi aspek pribadi, sosial, pendidikan, dan pekerjaan.
D. ASAS – ASAS BK 17
Keterlaksanaan dan keberhasilan pelayanan bimbingan dan konseling sangat ditentukan oleh diwujudkannya asas-asas berikut:
1. Asas Kerahasiaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut dirahasiakanya segenap data dan keterangan tentang konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban penuh memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin.
2. Asas kesukarelaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan konseli (konseli) mengikuti/menjalani pelayanan/kegiatan yang diperlu-kan baginya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan tersebut.
3. Asas keterbukaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan bersifat terbuka dan tidak berpura-pura, baik di dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban mengembangkan keterbukaan konseli (konseli). Keterbukaan ini amat terkait pada terselenggaranya asas kerahasiaan dan adanya kesukarelaan pada diri konseli yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan. Agar konseli dapat terbuka, guru pembimbing terlebih dahulu harus bersikap terbuka dan tidak berpura-pura.
4. Asas kegiatan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan berpartisipasi secara aktif di dalam penyelenggaraan pelayanan/kegiatan bimbingan. Dalam hal ini guru pembimbing perlu mendorong konseli untuk aktif dalam setiap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling yang diperuntukan baginya.
5. Asas kemandirian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menunjuk pada tujuan umum bimbingan dan konseling, yakni: konseli (konseli) sebagai sasaran pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi konseli-konseli yang mandiri dengan ciri-ciri mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan serta mewujudkan diri sendiri. Guru pembimbing hendaknya mampu mengarahkan segenap pelayanan bimbingan dan konseling yang diselenggarakannya bagi berkembangnya kemandirian konseli.
6. Asas Kekinian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar objek sasaran pelayanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan konseli (konseli) dalam kondisinya sekarang. Pelayanan yang berkenaan dengan “masa depan atau kondisi masa lampau pun” dilihat dampak dan/atau kaitannya dengan kondisi yang ada dan apa yang diperbuat sekarang.
7. Asas Kedinamisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar isi pelayanan terhadap sasaran pelayanan (konseli) yang sama kehendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
8. Asas Keterpaduan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar berbagai pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis, dan terpadu. Untuk ini kerja sama antara guru pembimbing dan pihak-pihak yang berperan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling perlu terus dikembangkan. Koordinasi segenap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
9. Asas Keharmonisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar segenap pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada dan tidak boleh bertentangan dengan nilai dan norma yang ada, yaitu nilai dan norma agama, hukum dan peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan yang berlaku. Bukanlah pelayanan atau kegiatan bimbingan dan konseling yang dapat dipertanggungjawabkan apabila isi dan pelaksanaannya tidak berdasarkan nilai dan norma yang dimaksudkan itu. Lebih jauh, pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling justru harus dapat meningkatkan kemampuan konseli (konseli) memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai dan norma tersebut.
10. Asas Keahlian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional. Dalam hal ini, para pelaksana pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling hendaklah tenaga yang benar-benar ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Keprofesionalan guru pembimbing harus terwujud baik dalam penyelenggaraan jenis-jenis pelayanan dan kegiatan dan konseling maupun dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling.
11. Asas Alih Tangan Kasus, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan konseli (konseli) mengalihtangankan permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain ; dan demikian pula guru pembimbing dapat mengalihtangankan kasus kepada guru mata pelajaran/praktik dan lain-lain.
E. BIDANG – BIDANG BK 17
Ada 5 bidang yang disentuh oleh pelayanan BK pola 17 ini yaitu:
1. Bidang pengembangan pribadi
Pelayanan BK membantu siswa menemukan dan memahami serta mengembangkan pribadi yang beriman dan bertakawa terhadap Tuhan YME, mandiri, aktif, kreatif, serta sehat jasmani dan rohani.
2. Bidang pengembangan hubungan sosial
Pelayanan BK membantu siswa dalam proses sosialisasi untuk mengenal dan berhubungan dengan lingkungan social yang dilandasi budi pekerti luhur dan rasa tanggung jawab.
3. Bidang pengembangan kegiatan belajar
Pelayanan BK membantu siswa mengembangkan kebiasaan belajar yang baik dalam menguasai pengetahuandan ketrampilan, serta menyiapkannya untuk melanjutkan pendidikan pada tingkat yang lebih tinggi.
4. Bidang pengembangan karir
Pelayanan BK membantu siswa mengenali dan mulai mengarahkan untuk masa depan karir.
5. Bidang pengembangan kehidupan berkeluarga (biasanya di sekolah ini banyak yang tidak dilaksanakan, karena mereka / pelajar masih belum terfikirkan kea rah ini).
F. TEKHNIK DAN PENDEKATAN BK 17
a. Bimbingan kelompok
Bimbingan kelompok dapat dilaksanakan apabila:
 Ada masalah yang dirasakan bersama oleh kelompok
 Ada masalah yang dirasakan individu selaku anggota kelompok
Adapun bentuk khusus tekhnik bimbingannya dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Home room programe
Membuat suasana kelas seperti rumah dengan tujuan mengenal siswa lebih baik sehingga dapat membantu secara efisien. Dilaksanakan di kelas di luar jam pelajaran untuk membicarakan beberapa hal yang dianggap perlu. Dapat diadakan secara periodic.
2. Diskusi kelompok
Untuk memecahkan masalah secara bersama. Misalnya masalah belajar, perencanaan suatu kegiatan. Hal ini dapat mengembangkan harga diri
3. Kegiatan kelompok
Dapat memberi kesempatan kepada individu untuk berpartisipasi dengan sebaik-baiknya.
b. Bimbingan Individu
Dalam membimbing individu yang sifatnya masalah peribadi maka harus dilakukan dengan face to Face relationship, dengan Metode wawancara antara konselor dan yang terkena kasus, serta Konselor harus bersikap penuh simpati dan empati.
Adapun bentuk teknik penanganannya adalah dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
 Directive Counseling
 konselor paling berperan
 konselor berusaha mengarahkan konselee sesuai dengan masalahnya.
 Non-directive Counseling
 berpusat pada konselee
 konselor hanya menampung pembicaraan yang berperan konselee
 konselee bebas bicara, sedangkan konselor menampung dan mengarahkan
 Eclective Counseling (sedangkan tekhnik ini adalah tekhnik campuran dari keduanya)

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Bimbingan dan konseling adalah suatu proses pemberian bantuan kepada seseorang dan atau sekelompok orang yang bertujuan agar masing-masing individu mampu mengembangkan dirinya secara optimal, sehingga dapat mandiri dan atau mengambil keputusan secara bertanggungjawab
Sejarah lahirnya Bimbingan dan Konseling di Indonesia diawali dari dimasukkannya Bimbingan dan Konseling (dulunya Bimbingan dan Penyuluhan) pada setting sekolah. Pemikiran ini diawali sejak tahun 1960. Hal ini merupakan salah satu hasil Konferensi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (disingkat FKIP, yang kemudian menjadi IKIP) di Malang tanggal 20 – 24 Agustus 1960
Tetapi karena BK tersebut dijalankan dengan pola yang tidak jelas dan terkesan negative, maka lahirlah BK pola 17 dengan petunjuk SK Mendikbud No. 025/1995. pelaksanaannya lebih terorganisir dan terencana.
Hal ini dimaksudkan agar memepunyai fungsi sebagai pencegahan, penyesuaian, perbaikan dan pengembangan kepada peserta didik. Untuk mewujudkan hal tersebut perlu kiranya disusunnya asas – asas BK yang sebagai pondasi dalam melaksakannya. Asas itu antara lain: asas kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan, kegiatan, kemandirian, kekinian, kedinamisan, keterpaduan, keharmonisan, keahliayan dan alih tangan kasus.
Disamping itu, BK pola 17 mempunyai tujuh layanan, sehingga tidak terkesan sebagai “rumah sakit jiwa siswa”. Artinya tidak selamanya siswa yang masuk BK mengalami permasalahan berat/ pengacau sekolah tetapi BK pola 17 juga menjadi bahan informasi bagi siswa untuk memperolah pendidikan.
Karena itu, BK pola 17 sangat efektif untuk dilaksanakan di setiap sekolah, dan kalau perlu ditingkatkan, sehingga anak didik memperoleh pelayanan yang terbaik.


DAFTAR PUSTAKA


Depdiknas. Pelayanan Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Puskur Balitbang, 2003.

Gani, Ruslan Abdul. Bimbingan dan konseling. Jakarta: Pamator Pressindo, 1995.

http;//Konselingindonesia.com

Samsu dan Juntika N. Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2005.

Yusuf L.N, Syamsu. Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah / Madrasah.Bandung: CV Bani Qureys, 2005.